Senin, 29 Desember 2014

Pungguk Ingin Bulan



Hai. Sepotong kata sapa yang tak aku ucapkan ketika pertama kali melihatmu. Tentu saja. Karena kamu adalah manusia yang terlalu berharga jika hanya dipanggil dengan “Hai”.

Siang ini, aku sendirian. Menanti kakakku yang sedang kuliah, dan aku baru saja menghabiskan 1 film dari Thailand, judulnya Hello Stranger. Ehm, memang tak ada hubungannya dengan dirimu. Sekedar cerita, betapa sepinya saat ini, dan tiba-tiba aku ingin tahu kabarmu.

Berhubung, tweet terakhirmu tanggal 21 Juli—sama sekali tak mencerminkan kabarmu, aku memilih melihat-lihat foto-foto yang kauunggah di twittermu—yang belum kulihat sampai unggahan foto pertamamu. Satu per satu foto tampil di layar monitor bergantian. Ada senyum tipis, senyum lebar, tawa, wajah bingung, ekspresi datar, dan satu pose yang hampir sama dengan yang kautunjukkan saat di depanku. Senyum tipis, dengan tangan ke belakang. Rata-rata, itu gaya yang kaubagikan di depan kamera, jika di sampingmu adalah wanita yang tidak kaukenal. Berarti, aku adalah gadis yang tidak.... ehm, #YouknowwhatImean.

Tapi, ada satu foto di twittermu yang membuatku mengumpat pelan. Kamu, dengan kekasihmu. Senyummu di gambar itu, tak beda jauh dengan senyum yang sekarang berada di salah satu akun media sosialku. Ya, hanya senyum tipis. Yang berbeda adalah posemu di situ. Satu tanganmu memegang kamera, dan kamu sedikit mendekat dengan wanita itu. Dengan kalimat di bawah foto itu: Di belakang pria hebat, pasti ada wanita tegar.

Seharusnya aku baik-baik saja melihat foto itu. Seharusnya aku baik-baik saja membaca kalimat itu. Seharusnya aku baik-baik saja menyadari bahwa kamu bukan pemuda yang sedang sendiri. Seharusnya aku tak sejauh ini memaknai dirimu bukan lagi idola. Seharusnya aku yang tahu diri bahwa kamu bukan pangeran yang sedang jatuh cinta dengan gadis biasa sepertiku. Seharusnya aku tak menganggap awal pertemuan kita akan berlanjut dengan saling jatuh cinta.

Sayangnya, aku tak bisa membohongi diriku sendiri, bahwa aku tak suka melihat fotomu itu. Bahwa, ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Bahwa, jantungku berdetak tak teratur, bahwa air mataku ingin meluncur, bahwa aku ingin menjadi wanita itu—yang berada di sampingmu—mengiringi perjalanan karirmu. Bahwa, aku ingin menjadi wanita beruntung yang setiap saat kauingat, bukan wanita beruntung yang sekali ketemu, langsung kaulupakan. Aku tak bisa memungkiri hal ini.

Oke, baiklah. Entah, tulisan ini kaubaca atau tidak, kaumenginginkan ini atau tidak, aku mengunggah tulisan ini hanya untuk berbagi rasa kepada para pembaca. Mungkin di luar sana, ada yang bernasib sama denganku. Mengharapkan seseorang yang sama sekali tak mengharapkan diri ini. Selamat siang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini