Hai, Teman,
selamat malam. Maaf, aku mengganggumu malam ini. Bukan maksudku membuang
waktumu hanya untuk membalas pesan singkat dari temanmu ini. Bukan maksudku memaksamu
membalas pesan singkat yang kukirim. Sekali lagi, aku minta maaf. Aku benar-benar
tidak tahu jika waktumu malam ini terlalu berharga, karena kamu sedang bersama-nya.
Aku benar-benar tidak tahu, bahwa posisiku sebagai teman, sahabat, tempat
keluh-kesah, pendengar yang baik, sudah digantikan oleh seseorang yang kaunamai
‘kekasih’. Maaf, Sobat.
Ehm, aku baru tahu, ketika kekasihmu
itu mengunggah fotomu yang tengah tersenyum lebar di kamera dengan dia.
Oh, tidak, aku tidak ada masalah dengan kekasihmu. Tak ada yang salah di sini.
Semuanya baik-baik saja. Kamu tak perlu khawatir, hatiku masih bisa diajak
kompromi. Teruskan saja waktumu dengan dia. Jangan lupa, hapus
jadwal-jadwal liburan kita yang sudah kita susun jauh-jauh hari. Hapus juga,
daftar lagu dan film terbaru yang sudah siap kita buru. Hapus saja. Bakar
sekalian, sampai jadi abu, hingga tak mengganggumu.
Jika kamu ingin menghubungiku karena
kekasihmu sudah pulang, aku masih ada di sini. Kamu masih bisa meneleponku di
nomor yang sama. Kamu masih bisa menghubungiku dari akun sosial media yang sama.
Tak ada yang kuubah. Nama, email, dan password yang kauhafal di luar kepala,
juga masih sama, kok, Teman. Tenang saja, aku masih di sini, meskipun kamu di
sana, dengan seseorang.
Atau kamu sudah tak perlu
menghubungiku, karena sudah ada yang selalu menghubungimu? Sudah ada yang
selalu mengingatkanmu sholat, makan, dan istirahat. Sudah ada yang mengajakmu
jalan-jalan. Sudah ada yang katanya selalu ada untukmu, bukan? Jadi, aku
sekarang, tak perlu seperti itu? Hanya boleh bertanya tugas sekolah yang ini dan
itu? Dan, sekarang adalah libur panjang, tak ada tugas, so, aku tak
boleh menghubungimu?
Bukannya apa-apa, aku menulis ini.
Atau tulisanku ini mengganggumu juga? Kuharap kamu masih hafal hobi temanmu
ini. Menulis. Semoga, tak tergerus oleh kegiatan favorit kekasihmu. Semoga kamu
tak lupa, dan tak sampai hati untuk pura-pura lupa.
Terkadang, jika melihat akun facebook-mu
yang di sampingnya ada lingkaran berwarna hijau, ingin sekali aku menyapamu,
atau langsung meledekmu seperti biasa. Tapi, aku takut, jika akun itu, bukan
kamu. Aku takut jika ternyata di balik akun itu orang lain, bukan kamu. Bukan maksudku
untuk sombong karena tak lagi menyapamu atau mengirimimu pesan singkat, aku
hanya takut jika di belakang semua itu, bukan kamu. Jadi, kamu jangan salah
paham.
Seperti kemarin malam, ketika aku
menunggu balasan chat yang kukirim, ternyata yang menjawab bukan kamu.
“Maaf, yang pegang akun ini,
pacarnya,”
Tapi, kita masih teman, bukan? Hanya
peranku yang telah diganti oleh seseorang, kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar