Selasa, 24 Juni 2014

Unpredictable



Yogyakarta. Entah mengapa, kota itu selalu membuatku menyebutnya istimewa. Aku sendiri tak tahu di mana letak ke-istimewaan itu, sebelum aku menemukan sesuatu yang spesial di sana.
Jogja. Begitu banyak orang memanggilnya. Mengundang sejuta umat untuk datang, dengan berbagai macam daya tarik yang ia pancarkan. Dan sejak sore kemarin, aku merasakan pancaran itu.
Senin, 23 Juni 2014. Aku berangkat ke Kota Istimewa. Aku heran, mengapa kakiku ingin menjejakkan kaki di sana. Sebuah tempat yang selalu kuanggap sebagai calon kotaku. Di sana pula, aku menemukan berbagai ketertarikkan, seperti: objek-objek yang selama ini hanya kukunjungi melalui dunia maya. Hanya kuamati jika aku sedang berada di Twitter Island. Semua itu terbatas oleh layar laptopku. Aku tak mampu menjamahnya. Aku tak bisa.
Do’a-do’a yang selalu kupanjatkan kepadaNya, yang seolah tak digubris olehNya, lagi-lagi membungkam pikiranku yang lancang. Ya. Lagi-lagi Tuhan memberiku kejutan. Membuatku kembali besemangat setelah beberapa hari ini dirundung kekecawaan. Tuhan memerintahku bersyukur melalui Yogyakarta.
Otakku tak sampai berpikir jika aku akan bertemu dengannya. Dengan mereka. Pikiranku hanya melayang pada sekelompok bocah yang sekarang tengah berada di Kepulauan Riau. Anganku hanya terbatas pada sekelompok bocah yang sekarang sedang syuting di negeri antah-berantah. Padahal, semuanya saling berhubungan. Sesuatu yang spesial itu, dengan bocah-bocah di Riau dan proses syuting di negeri antah-berantah.
Mungkin, jika bukan orang-orang terdekatku, bingung saat membaca tulisan ini. Apa maksudnya? Siapa mereka? Siapa atau apa sesuatu yang spesial itu? Bocah-bocah di Riau? Di negeri antah-berantah?
Baiklah. Cerita ini kumulai, ketika petang kemarin di Jogja. Ketika keinginanku untuk bertemu dengan lapangan Universitas Negeri Yogyakarta, yang sering digunakan para pangeran khayalanku—Timnas U-19. Sempat terpikir untuk tidak mengunjunginya, karena matahari sudah beranjak ke peraduan. Tapi Tuhan, mengizinkanku untuk melihat secara langsung seperti apa wajah lapangan sepak bola itu.
Aku berdiri mematung dari luar lapangan. Mengamati siapa yang tengah bermain bola di sana. Dengan mata yang menyipit karena minus parah, aku berusaha mengenali sosok-sosok yang sedang mengoper bola, menahan serangan, dan menangkap bola. Aku kenal mereka melalui seragamnya. Tapi, apa benar jika itu mereka? Jika iya, apakah ini mimpi? Jika tidak, mengapa seragam warna biru khas Timnas menempel di tubuh mereka?
Pikiranku kembali ke tanah, ketika seseorang menawarkanku untuk lebih baik masuk tribun saja agar bisa melihat lebih dekat. Setengah ragu dan senang, aku menuruti. Jantungku berdegup cepat, tak seirama dengan langkahku yang agak lambat. Mempersiapkan mental jika itu benar-benar mereka. Serta, memikirkan bagaimana ekspresi yang kutunjukkan jika itu benar-benar mereka.
Kakiku menginjak tribun penonton. Seketika aku terhenti. Nafasku seolah tak masuk paru-paru. Hanya masuk hidung dan langsung keluar dari hidung. Raphael Maitimo? Manahati Lestusen? Andritany? Ah, ya! Itu mereka! Mataku yang tadi sempat memicing, kali ini terbelalak lebar. Takjub. Terperanjat. Timnas U-23 berada di depan mata! Sekelompok bocah yang sekarang tengah dewasa, yang selama ini kunikmati melalui layar kaca,  benar-benar kulihat secara langsung. Padahal, Twitter Island tak mengisyaratkan sesuatu jika Timnas U-23 berada di Jogja. Tak ada kabar apapun. Dan aku berhasil bertemu. Peristiwa yang disutradarai oleh Tuhan ini, benar-benar membuatku kagum.
Aku tahu, bagi sebagian orang, bertemu dengan Timnas adalah hal biasa. Aku juga tahu, mungkin sikapku ini berlebihan. Tapi, entahlah. Aku tak bisa menahan gejolak kegembiraanku ketika aku menyapa salah satu pemain andalah Timnas. Pemain muda, mungil, lincah, yang kerap mengobrak-abrik daerah pertahanan lawan, tak jarang pula melesakkan bola ke gawang lawan, Bayu Gatra Sanggiawan.
Aku masih belum percaya, bisa bertemu secara langsung pemain satu itu. Aku masih belum percaya ketika dia mengambil spidol yang kusodorkan. Aku masih tak percaya dia menorehkan tanda tangannya pada buku kesayanganku. Aku masih tak percaya jika avatar dan foto profilku yang sekarang terpasang, tanpa tipuan kamera atau editan komputer dengan aplikasi ter-anyar. Aku masih belum percaya jika peristiwa rancangan Tuhan ini, benar-benar terjadi pada bocah pengkhayal kelas kakap.

Kukira, di lapangan Universitas Negeri Yogyakarta aku bertemu dengan Timnas U-19. Tapi, tidak. Melalui akunnya, Garuda Jaya mengatakan tidak sedang berada di Jogja. Enyahkan Timnas U-19. Aku sendiri sudah tak memasukkan Timnas Senior ke dalam jajaran ‘Jumpa Fans’ di Jogja, karena aku sendiri tahu bahwa Timnas Senior juga tidak berada di Jogja. Pikiranku, melayang pada syuting film Timnas U-19 yang diadaptasi dari buku Semangat MemBATU. Beberapa hari sebelumnya, syuting film itu diadakan di Stadion Manahan, Solo. Jadi, kemungkinan dia berada di Jogja kemarin juga termasuk logis, kan? Solo-Jogja itu dekat.
Beruntung, aku sudah bersiap bertemu dengan idola. Aku membawa kamera digital. Aku membawa 3 buku kesayanganku sekaligus. Aku juga membawa spidol untuk tanda tangan, siapa tahu mereka benar-benar di Jogja. Dan Tuhan memang telah menyiapkan semuanya. Aku benar-benar bertemu mereka. Timnas U-23. Yang juga tak kumasukkan ke dalam rancanganku ‘Jumpa Fans’ di Jogja. Apalagi Bayu Gatra. Sama sekali tidak masuk nominasi. Tapi Tuhan, memutarbalikkan semuanya. Aku benar-benar melihat seperti apa latihan Timnas. Aku benar-benar tahu seperti apa sosok Bayu Gatra Sanggiawan. Dan petang di Jogja kemarin, lapangan Universitas Negeri Yogyakarta, benar-benar tahu siapa yang terlonjak kegirangan karena bisa bertemu pemuda-pemuda itu.
Tdiak ada yang tahu, jika sebelumnya aku hampir menangis karena rencana ke lapangan UNY hampir gagal.
Tidak ada yang tahu, jika aku tidur sambil memeluk Kartu Pos bergambar Ravi Murdianto.
Tidak ada yang tahu, sebelum tulisan ini meluncur ke hadapan para pembaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini