Akhirnya kamu benar-benar pulang.
Tepat satu hari sebelum Ramadan. Kamu tak memberiku kabar apa-apa. Bahkan, aku
tahu bahwa kamu pulang melalui dunia maya. Bukan melalui telepon genggam yang
biasanya kita gunakan untuk saling kasih kabar.
Jujur, 2 hari yang lalu aku
mengunggah tulisan tentang kisah kita satu tahun yang lalu. Aku baru berani
mengunggahnya akhir-akhir ini, mengingat kamu marah besar ketika membaca
tulisan itu dari laptopku. Dan setelah hubungan kita baik-baik saja, aku malah
lupa jika aku pernah sakit hati karena sikap tak pedulimu. Semudah itu kamu
mengobati luka di hatiku.
Tapi hari ini, aku terluka lagi.
Sebuah perasaan yang tak mampu kubohongi karena kamu sepertinya lupa pada
seseorang yang beberapa tahun silam, selalu menyempatkan diri menanti buka
puasa bersama kamu. Benarkah kamu lupa padaku? Benarkah kamu lupa pada pemilik
nama yang beberapa tahun terakhir jadi pelengkap bio twittermu?
Kamu pulang, bukan berarti jarak
kita semakin dekat. Kamu pulang, bukan berarti kita bisa selalu bersama. Waktu
3 hari untuk menyambut Ramadan, sepertinya sama dengan Ramadan tahun lalu. Kita
tetap jauh.
Ketika kamu memutuskan untuk
melanglang buana bersama teman-temanmu, mungkin hanya aku, satu-satunya kekasih yang tidak terkejut.
Mungkin hanya aku satu-satunya kekasih yang siap mengantarmu pergi. Bukan
karena aku tak mencintaimu, tapi karena aku sudah terbiasa dengan hal itu. Kamu
dimana, dan aku di mana. Karena meskipun kamu pulang, jarak rumah kita
terlampau jauh hingga butuh waktu untuk kita benar-benar bertemu.
Tanggal 1 Juli, kamu sudah
kembali bersama teman-temanmu. Kamu melaksanakan puasa bersama teman-temanmu.
Kamu menanti buka puasa bersama teman-temanmu. Dan ini, sudah Ramadan kesekian
yang tak kulewatkan bersamamu. Mungkin, jika aku baru satu minggu jadi
kekasihmu, aku sudah tak tahan hingga ingin memutuskan hubungan denganmu. Tapi,
tidak. Aku sudah terlalu kebal dengan dinginmu. Aku sudah terlalu hafal dengan
kesibukanmu. Aku sudah sangat paham jika kamu tak ingin diganggu jika sedang
menekuni pekerjaanmu.
Aku menulis ini, hanya ingin
mengingatkan, jika ada seseorang yang selalu menanti kamu pulang. Ada gadis
yang merindukan suaramu melalui ponselnya. Ada sosok yang sedikit terluka
ketika kamu tak memberi kabar bahwa kamu sudah di rumah. Dan kuharap, kamu
lebih dari sekedar jawaban, “Iya. Aku ngerti, kok,”.
Anggap saja aku ini kekasih
penuntut. Tapi, percayalah, wanita mana yang tak rindu pada senyum kekasihnya
jika hubungannya tertahan dalam jarak? Wanita mana yang tak ingin bertemu
dengan kekasihnya jika sang kekasih telah pulang? Wanita mana yang tak
ingin dihubungi jika sang kekasih rehat sejenak dari seluruh pekerjaannya?
Wanita yang sangat mencintaimu, yang tak ingin kehilangan kamu, yang selalu
bertahan dalam sikap tak pedulimu, yang berusaha memahamimu.
Ayo, Mas, kita nyalain
mercon di alun-alun kota! Kamu masih ingat, cara nyalain kembang api, kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar