Ucapan “Selamat
pagi Cinta!” sudah semakin akrab di telingaku. Lengkingan suara Ratih juga
sudah ber-say hello dengan otakku. Jadi, aku tak perlu menggerutu sebal
karena tingkahnya yang membuat tetangga resah. Tapi pagi ini, ada sesuatu yang
membuat perasaanku tidak enak.
Bukan bermaksud menguping pembicaraannya
dengan sang pacar, tapi karena suara Ratih kelewat keras hingga menyeberangi
jendela kamar. “Iya, Fahri Sayang. Jangan ngambek begitu dong!” seuntai kalimat
itu yang membuat telingaku sakit. Meskipun otak mengatakan bahwa nama Fahri di
dunia ini, tidak hanya Fahri Atmaja. Calon cameraman yang sedang
mengerjakan proyek dengan stasiun tv swasta di Jakarta.
Keresahanku pagi ini, kuceritakan
pada Widya. “Enji, kamu sudah tahunan kenal Fahri. Dan selama itu pula, Fahri
tidak pernah membuatmu kecewa, kan? Dia pernah membohongimu habis-habisan? Atau
dia pernah ketahuan main wanita di belakangmu? Berdusta pada orang tuamu?”
cecar Widya sedikit melegakan hatiku.
“Tapi, Wid. Aku, kan bukan
siapa-siapanya. Siapa tahu Fahri sebenarnya sudah punya pacar?” tanyaku sangsi.
Widya menghela
nafas panjang lalu tampak berpikir. “Apa kamu pernah tahu setiap malam minggu
ada motor yang kau hafal plat nomornya nangkring di samping rumahmu?”
Aku terdiam. Secara perlahan, aku
tersenyum pada Widya. “Iya ya. Kenapa aku tidak berpikir sejauh itu?”
Widya menjetikkan jarinya. “Nah
begitu dong!” senyum Widya melebar ketika aku mulai menampakkan lesung pipiku.
Tapi entah mengapa, sebagian hatiku
masih terusik dengan kalimat Ratih tadi pagi. Padahal, sudah berkali-kali
kutekankan bahwa nama Fahri di dunia ini tidak hanya Fahri Atmaja. Fahri-ku
tidak pernah bohong padaku. Dia sudah membangun kepercayaan dariku kurang lebih
3 tahun. Apa benar dia akan meluluh-lantakannya? Apa tega dirinya membohongi
orang tuaku juga? Iya, jika itu Fahri-ku. Ah, tidak mungkin pacar Ratih adalah
Fahri Atmaja!
Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar