Izinkan aku mengucap selamat siang pada pesan singkatmu 1 minggu yang lalu. Ketika, 2 minggu sebelumnya, berarti 3 minggu yang lalu, aku dan kamu masih sempat tersenyum melalui jaringan skype.Ketika kamu mengirimiku pesan singkat di sela kesibukanmu dan berlanjut pada sambungan
telepon. Aku masih ingat dan ingin terus mengingat suara lembutmu di ujung telepon. Bahkan kamu sesekali tertawa dengan kepolosanku yang sama sekali tidak tahu bagaimana kegiatanmu di sana. Dan kamu membenarkan dugaan ngawurku itu dengan suara yang sangaaaaattt halus
Haruskah aku
terpenjara dalam kenangan indah itu?
Masih dengan
membaca pesan singkatmu 1 minggu yang lalu, yang masih tersimpan dalam inboxku.
Susunan alfabetis darimu itu, akan terus kusimpan, hingga air mata ini
benar-benar kering karena menangisi kepergianmu. Tanpa ucapan selamat tinggal,
goodbye apalagi I love you, kamu menghilang tiba-tiba. Tak peduli pada sosok
remaja yang selalu berhasil kaubuat tersenyum, tertawa, bercerita tentangmu di
sekolah, membuat iri kawan-kawannya, dan berakhir membuat status pada jejaring
sosialnya. Kamu tak pernah tahu karena kamu tak mau tahu!
Mengapa aku
merasakan sakit ketika kamu pergi?
Pesanmu hanya
singkat. Namun, mampu membuatku menangis sampai mata bengkak. Aku sendiri tak
paham, kenapa aku bisa menangis hanya karena kamu lenyap. Padahal kamu sehat
tanpa sedikitpun luka lebam. Aku tak tahu kenapa masih meratapi pesan paling
bawah dalam inbox ponselku. Kamu baik-baik saja, sedangkan aku porak poranda.
Terseok-seok melintasi keping-keping hatiku yang kauhancurkan. Sebenarnya apa
yang kauperbuat padaku hingga aku merasa sesakit ini ketika kamu lari? Ada apa
dengan hatiku yang merasa rapuh dan remuk ketika kamu tidak membalas pesan
singkatku malam ini? Benarkah aku jatuh hati? Padamu, hei, pemuda di ujung
pulau Jawa!
Masih dari kota
kecil di ujung provinsi, dari sebuah rumah yang jalan depannya pernah kaulewati
bersama teman-temanmu.
Dan aku kembali
menangis. Air mataku kembali luruh. Apa kautak tahu? Betapa senangnya diriku
ketika aku dan kamu pernah saling sapa. Bertanya apa nama twittermu dan
twitterku, apa nama akun facebookmu dan facebookku, lalu, berapa nomor ponselku
juga nomor ponselmu. Dilanjutkan, 3 minggu setelahnya, kamu mengejutkanku
dengan sebuah pesan singkat. Yang sebelumnya pernah kutunggu-tunggu sampai aku
bosan dan lupa. Tapi kamu tak lupa. Dan itu bagiku sebuah kejutan.
Pesan singkat
itu pernah berkembang jadi skype. Kita bisa saling tatap meski jauh.
Kita bisa saling tertawa meski tertahan dalam jarak. Hanya dalam beberapa malam
minggu sejak perkenalan kita. Tapi tidak untuk malam ini. Aku menelan pahit.
Bahkan lebih pahit daripada 1 minggu yang lalu. Jika saat itu, kamu masih
sempat membalas meski hanya dengan 1 pesan singkat, tapi malam ini? Sama sekali
tak kaugubris. Hanya bertanda R. Dan aku menangis. Sekarang kamu tidak peduli.
sudahlah,
enyahkan gadis tak tahu diri ini,
biarkan dia menangis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar