Minggu, 26 November 2017

Sedang Menyiapkan Selamat Tinggal Terbaik

Bagaimana?
            
Buruk.

            Aku sama sekali tidak menduga kalau aku dan kamu akan melewati tahap seperti ini. Saat aku mulai percaya pada setiap katamu, tapi kamu malah beranjak pergi. Saat aku mengingat setiap detik tawa kita yang tercipta di akhir canda-canda tidak penting, mengenang aku dan kamu melaju malam-malam di jalanan lengang kota, bahkan pada waktu aku dan kamu sama-sama bego tapi sok tahu ingin memecahkan soal matematika—kamu justru ingin mengabaikan semua hal yang pernah aku dan kamu lewati, kemudian menjadi orang yang dapat melupakan suatu peristiwa dengan baik.

Sabtu, 04 November 2017

Mampir ke Peredaran

Hai.

Maaf, vakum terlalu lama.
Bukan karena ada beberapa perasaan yang perlu dibereskan, tapi memang pemilik blog ini sedang sibuk demi menyiapkan masa depan.

Soal perasaan, alhamdulillah masih terjaga dengan baik. Orang-orang yang datang dan pergi, dengan rekam jejak masing-masing, tidak lagi menyulut tangis. Pemilik blog ini baru saja belajar dari pengalaman-pengalaman mengenai perasaan yang jauh dari kata manis. Tapi semoga saja aku bisa mendapatkan pemahaman-pemahaman baru yang baik dan bisa dipetik.

Nongkrong di perpustakaan daerah dan menunggu hujan reda, adalah apa yang sedang dilakukan sekarang. Dalam batas waktu kurang dari setengah jam, harus menyelesaikan tulisan ini, sekalian beres-beres dan membersihkan tempat yang tidak pernah berdebu tapi selalu diasumsikan banyak sarang laba-laba kalau tidak sering dikunjungi.

Aku sedang di sini. Dengan perasaan yang masih baik.
Mungkin esok atau lusa, aku akan menceritakan seseorang yang sudah lama menghuni hati, dan baru muncul ke permukaan akhir-akhir ini. Atau aku akan menuliskan tentang teman-teman yang merelakan hampir tiga tahun mereka untuk menghuni sebuah ruangan bersamaku, dari Senin sampai Sabtu. Keluarga keduaku.

Bisa juga aku akan menceritakan tentang seseorang yang sudah berbagi kromosom dan gen denganku. Menggunakan rahim yang sama untuk gerbang menuju dunia yang kata orang begitu kejam tapi bagiku seperti taman hiburan ini.

Mereka adalah orang-orang terdekat, yang menyelamatkanku dari keolengan akibat perasaan yang terlalu tolol untuk aku puja.

Dan kamu, mungkin kamu suatu hari juga akan menghuni blog ini LAGI, demi menggenapkan cerita. Tidak marah lagi, kan, Bang? Hahahaha. Maaf, aku kembali mengeksposmu di sini.


By the way, aku akan berterima kasih kepada kalian karena telah kecewa untuk membuka laman ini yang isinya masih sama dari berbulan-bulan lalu. Aku belum bisa berjanji untuk rutin menulis lagi di sini. Tapi aku janji, aku akan dan terus menulis.

Sampai jumpa!

Minggu, 03 September 2017

@arunayosh_ : Ada yang Rindu Alfa Yurengga?

Ada yang rindu Alfa Yurengga?
            
Kupasang pertanyaan itu di seluruh akun sosial media milikku, berharap tidak hanya aku yang hampir sekarat karena merasa kehilangan bocah itu. Entah mana yang lebih baik. Benar-benar kenal Alfa Yurengga, tapi tidak bisa ngobrol seperti biasa dengan dia, atau yang mengenal Alfa hanya dari cerita-cerita orang lain (baca: penulis) sehingga tidak bisa tahu persis seperti apa wajah Alfa Yurengga makanya tidak pernah ngobrol secara sengaja dengan bocah itu.
            
Mungkin memang lebih baik tidak tahu ya? Lalu dengan seenak jidat merongrong si penulis untuk berkisah lagi supaya mereka bisa bertemu kembali dengan Alfa Yurengga.

Sabtu, 29 Juli 2017

Satu Hari Tanpa Alfa

“Kamu kok nggak ikut ke Jakarta?” mama tiba-tiba bertanya, membuatku seketika tersedak sesendok nasi yang baru masuk mulut.

“Jakarta?”

“Alfa, kan, ke Jakarta. Ikut, apa itu, lomba... apa ya. Nyanyi-nyanyi gitu..” mama mengingat-ingat. Aku terdiam sesaat, menghembuskan nafas panjang. Menatap sarapan di piring yang belum habis separuh—mendadak menyesal karena mengambil makanan terlalu banyak, sementara rasanya mulai hambar.

“Seleksi paduan suara tingkat nasional, Ma,”

“Oh iya itu!” mama tertawa, menepuk dahi menyadari kelupaannya. “Kamu kok nggak ikut, Lun?” ulang mama, membuatku terbatuk-batuk. Kali ini karena mama memanggilku ‘Lun’, setelah tadi tersedak karena baru tahu kalau Alfa berangkat ke Jakarta hari ini. Serasa agak bego juga karena aku yang merasa dekat dengan Alfa justru tidak tahu kapan dia menuju ibu kota.

Jumat, 21 Juli 2017

Bukan Butuh Cermin, Tapi Layangan

Aku punya masalah apa sama kamu?

            
Punya masalah apa sama aku?

            Sebentar. Boleh diulangi sekali lagi, Tuan? Jangan-jangan aku salah dengar.

            Eh, kamu ini sedang bergurau apa bagaimana?

            Ada masalah apa sama aku?     

            Tunggu sebentar. Boleh aku tertawa lebih dulu?

            Astaga, bagaimana bisa kamu bertanya selugas itu? Ternyata orang se-sensitif kamu tidak tahu apa yang salah dari diri kamu? Tuan tolong, seandainya kamu melucu, katakan sekarang. Aku pasti tertawa. Tidak perlu diikuti mimik muka sok polosmu itu. Kamu tahu, itu membuatku makin muak—makin tidak ingin bertemu kamu.

Ada ya, orang yang berniat ingin tahu apa kesalahannya, justru bertanya di tengah keramaian?—padahal untuk bicara saja harus teriak-teriak dan perlu diulang.

            Apa salah kamu sama aku?

Senin, 03 Juli 2017

Supaya Kamu Mengerti

            Boleh, aku menghela napas panjang sekali lagi?
            
Atau mungkin aku tersenyum saja melihatmu yang sedang kegirangan seperti anak kecil?

Sudah berapa kali kamu membawa-bawa duniamu tepat di depanku, padahal aku sama sekali tidak kamu izinkan masuk ke sana? Kamu sering berceloteh sesuka hatimu, menceritakan apa saja yang ada dalam kepalamu, tapi kamu hanya memperlakukan aku sebagai pendengar. Iya, aku memang bisa menjadi pendengar yang baik. Tapi kamu perlu tahu bahwa aku ini manusia yang juga butuh didengar. Aku butuh bertemu kamu untuk melepas rindu, bukan untuk menyimpulkan betapa kamu menginginkan masa lalu yang sekarang masih mendominasi harimu.

Minggu, 02 Juli 2017

Cerita Ayunan Kayu

Bagaimana kalau kita kembali duduk di ayunan kayu?
Membahas apapun yang kita mau.
Menertawakan apa yang dulu kita tidak tahu.
Mengenang apa saja yang sudah lalu.

Bagaimana jika ditambah desau angin di sela jeruji kayu?
Bersama dorongan kakimu, supaya kita tetap terayun.
Bersama tawamu, tawaku.
Diikuti senyummu, senyumku.

Rabu, 28 Juni 2017

Teruntuk Seseorang yang Sedang Butuh Cermin

Mungkin memang seharusnya aku membelesak ke bumi saat ini juga. Daripada menjawab ribuan variasi pertanyaan yang intinya tetap sama: kenapa kalian putus?
            
Ini lo kenapa aku menghindari yang namanya saling jatuh hati dengan teman sendiri—teman satu komunitas, lebih tepatnya. Aku takut jika kebersamaan yang telah kami lalui selama ini—saat  menjadi anggota komunitas dari junior sampai memiliki junior—mendadak hancur karena masalah hati. Aku takut, kalau kami menjadi pemuja hati, dan akhirnya jadi bodoh, dan justru menyelesaikan kisah kami tanpa sesuai dengan ekspektasi.

Kamis, 13 April 2017

T(h)e-Man: Aku Tahu

Aku tahu aku tidak punya hak mengatur hidupmu. Mengurusi ini-itu, termasuk membangunkanmu supaya tidak melewatkan subuh. Aku tidak berhak marah-marah karena kamu hanya sebentar membaca pesan dariku, membalas sekadarnya, untuk kemudian lenyap yang tidak aku tahu kamu ke mana. Aku tahu bahwa kamu tidak punya kewajiban melapor kepadaku akan melakukan apa, ke mana, dan sedang bersama siapa dalam kurun waktu 24 jam.

Senin, 27 Maret 2017

Aku Bicara Soal Rindu

Aku rindu.

            Mungkin bagimu sepele. Tapi bagiku, rindu masuk ke dalam salah satu hal paling menyebalkan di dunia. Bisa menimbulkan uring-uringan tidak jelas, menghapus rasa lapar, serta mampu melenyapkan senyum yang terpasang di wajah sepanjang hari. Dan rindu akan semakin menyiksa ketika tidak ada satu orang pun yang berusaha memahami bahwa yang dibutuhkan si perindu hanyalah pertemuan. Setidaknya ada perasaan simpati atau aku akan dengan senang hati menerima saran dia demi mengusahakan pertemuan, bukan cuma kata: sabar ya, sabar.

            Hei, rindu tidak bisa lenyap hanya karena baru saja mendengar kata sabar ya. Jadi, tolong, jika tidak ada satu pun yang paham betapa beratnya merindukan seseorang, tidak perlu sok-sokan simpati, mengelus-elus punggung, dan berceramah soal sabar. Aku sudah kenyang. Apalagi janji-janji soal seseorang yang ingin aku temui setiap detik, akan pulang beberapa hari lagi. Seseorang yang dua bulan lalu bilang akan pulang dan memberiku banyak oleh-oleh, padahal aku hanya ingin bertemu dengan dia. Mungkin jika waktu dapat diputar, dua bulan lalu aku tidak akan berteriak kegirangan mendengar dia yang akan memberiku banyak buah tangan. Aku pasti akan bilang bahwa aku hanya rindu—ingin bertemu dia—bukan meminta oleh-oleh satu truk sementara dia masih ada di sana, jauh di seberang samudra.

            Aku rindu.

            Tapi tidak ada satu orang pun yang paham betapa aku iri kepada diriku sendiri yang berada dalam foto-fotoku yang terpajang di meja. Diriku sendiri yang bisa memeluk orang yang aku rindukan sekarang, selamanya. Beku dalam fotografi. Sementara aku di sini, pada detik ini, cuma bisa bengong, karena orang yang sedang aku peluk dalam foto itu entah sedang apa di seberang sana. Aku cuma bisa rindu, tapi tidak ada satu orang pun yang tahu betapa aku membenci perasaan ini.

            Aku hanya ingin bertemu.

            Hanya itu.

            Dan hanya kepada samudra aku merasa sedikit lebih dekat kepada dia yang aku rindukan. Samudra yang tidak pernah bertanya mengapa aku uring-uringan sepanjang hari dua bulan terakhir. Samudra yang selalu tahu alasan kenapa senyumku jarang muncul dua bulan terakhir. Samudra yang tidak pernah mengatakan, “Sabar,” juga tidak pernah mengumbar janji bahwa dia akan pulang sebentar lagi. Hanya samudra yang mampu berbicara soal badai, ombak, angin, persis seperti dongeng-dongeng pengantar tidur dari orang yang aku rindukan. Hanya kepada samudra, aku merasa suatu hal menyebalkan bernama rindu ini, dapat teratasi.


            Sebelum aku bertemu seseorang, yang membuatku berpikir dua kali, apakah rindu yang melanda kepalaku ini lebih penting daripada toleransi dan keutuhan NKRI. Seseorang yang bernama ..... klik di sini

Jumat, 24 Maret 2017

T(h)e-Man.


“Ya, namanya juga teman,”

            Barangkali menjadi satu-satunya alasan supaya aku dapat memenuhi kotak masuk ponselmu buat minta referensi lagu, film, novel, video-video lucu, dan apapun, sampai nama kamu selalu menjadi pemuncak dalam kolom ‘Sering Dihubungi’. Mungkin jika ada kolom ‘Sering Dirindukan’, nama kamu juga ada di urutan teratas. Hehe, gombal ya? Tapi aku serius. Termasuk perasaan sialan yang aku pikir hanya sementara ini, ternyata sampai sekarang dia masih ada dan sampai sekarang kamu belum tahu.

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini