Sabtu, 29 Maret 2014

Dia (Bukan) Untukku - Episode 3



Setiap aku di luar rumah, dan kebetulan Ravi juga di luar rumah, aku pasti segera bersembunyi ke dalam rumah. Aku masih malu untuk sekedar tahu batang hidungnya. Banyak sekali malu yang kutimbulkan sendiri. Dari yang aku ketus dengan seorang polisi, padahal polisi itu ingin menolongku, sampai aku dengan sok tahunya menduga dia adalah seorang anak kos. Ravi... Ravi... Aku tersenyum sendiri memikirkan tetanggaku itu.
           Tiba-tiba aku tersentak. “Ha? Sudah hampir jam 7?” aku mulai kalang kabut. Mengambil tas, lalu turun. Dompet ketinggalan. Naik lagi, ambil dompet, turun lagi. Jam tangan ketinggalan. Naik lagi, ambil jam tangan, turun lagi.
“Mas Fahri!! Bangun!! Anterin aku sekolah!!” selama sepeda motorku masih berurusan dengan kepolisian, kakakkulah yang jadi kuli antar-jemput. Duh, nyebelin banget. Dia malah asyik molor, sedangkan aku serasa dikejar maling. “Ayo Mas!!” kugoyang-goyang badannya. Dia pun terduduk tegak lalu menguap.
“Iye iye...” dia bangkit sambil mengucek-ucek matanya. Aku segera keluar rumah, memakai sepatu dengan kecepatan ekstra.
“Ayo Mas cepetan!! Nanti kalau aku telat gimana coba?!” teriakku dari luar.
“Mau sekolah ya? Bareng aku aja,” aku seketika menoleh. Di seberang rumahku sudah ada polisi gagah nan ganteng yang baik hati. Aku tersenyum bingung.
Tiba-tiba abangku muncul di ambang pintu dengan muka antusias. “Nah, itu kamu bareng sama dia aja,” katanya. Aku melongo menatapnya. “Udah! Aku ngantuk banget!” pungkas kakakku lalu menutup pintu rumah. Aku masih di antara kaget karena mendapat pertolongan dari malaikat, si Ravi, dan kaget karena ada dorongan dari manusia setengah iblis, kakakku.
Mau tak mau, aku melangkah menuju depan rumah. Ravi tersenyum simpul. Hatiku dag-dig-dug. Bagaimana tidak? Dianter sama polisi muda ganteng bro!
Motor sport itu segera melaju, meninggalkan komplek perumahanku. “Pegangan ya! Aku agak ngebut. Biar nggak telat lagi!” terdengar samar-samar suara Ravi. Aku tak menjawab, hanya tersenyum. Aku merasa sangat dekat dengan manusia ini. Aku bisa merasakan hangat tubuhnya.Dan jantungku berdegup tak karuan. Satu hal yang belum pernah kualami sepanjang hidupku.
Sejak kejadian aku diantar sama Ravi, kakakku kian gencar membejek. Entah mengapa, aku suka itu. Biasanya, aku marah-marah tidak jelas padanya jika ia membejekku. Tapi kali ini tidak. Aku menikmatinya. Aku malah semakin merasa bersemangat kalau kakakku menghubung-hubungkan diriku dengan Ravi. Terkadang, aku berada di teras rumah, sekedar untuk menyapanya pulang dari kantor, atau melihatnya sedang bersantai. Lebih sering lagi, aku mengamatinya diam-diam dari jendela kamarku. Oh, betapa gantengnya Ravi. Jangan-jangan aku sedang jatuh cinta? Ha?
Siang ini, pulang sekolah aku dikejutkan dengan sosok sepeda motorku yang sudah berada di garasi rumah. Aku terlongo sejenak sebelum memutuskan bertanya pada kakakku.
“Mas, siapa yang ambil?” tanyaku sambil menunjuk motor.
Kakakku mengulum senyum. Aku sudah menduga bahwa ini dari tetangga baik hati depan rumahku. Ravi. Aku memilih diam, tak melanjutkan pertanyaan. Dan segera berlari menuju kamarku.
Oh, Ravi. Baik sekali kamu. Kok bela-belain bawa sepeda motorku ke rumah? Kok kamu tahu kalau itu motorku? Jangan bilang kalau kamu juga sudah mengamatiku sejak peristiwa tilang-menilang itu. Ah, jangan buat aku gila, Ravi!
“Motornya Ravi masuk bengkel. Jadi, dia bawa pulang motor kamu. Tadi Bu Tika telpon Mama. Tanya yang mana motor kamu. Kebetulan prosesnya di kepolisian sudah selesai. Sekarang, kamu tidak perlu diantar-jemput Mas Fahri,” cerita Mama yang membuatku hanya menanggapi dengan kata “oh”.
Oh, ternyata begitu ceritanya? Jadi, Ravi tidak mengamatiku? Jadi, Ravi tidak sengaja membawa pulang motorku karena motornya sendiri masuk bengkel? Oh, terima kasih Ravi. Kau buat aku dilanda kebingungan yang amat sangat. Kau buat aku menerka-nerka yang berujung pada kesalahpahaman. Sekali lagi kamu memang amat sangat baik hati sekali, Ravi! Yang tanpa kamu sadari, kaubuat aku jatuh setelah melayang jauh di atas awan.  Ya! Tanpa kamu sadari.
Bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini