Sabtu, 15 Maret 2014

Dia (Bukan) Untukku - Episode 1



Polisi itu menyebalkan! Seenaknya sendiri melakukan tilang pada anak kelas 3 SMA! Padahal aku sudah punya SIM! Parahnya lagi aku lupa membawa surat izin mengemudiku! Apalagi, polisi yang menilangku, beralasan bahwa aku  terlalu muda untuk mengendarai kendaraan bermotor! Apa wajahku masih seperti anak TK he?! It’s okay jika mereka menilangku di siang hari atau malam hari. Tidak di saat aku berangkat sekolah pagi ini! Sial!!
           “Lihat ini Pak! Saya sudah SMA! Kelas 3!” ujarku sambil menunjuk badge nama sekolah di lengan seragamku.
            “Saya tidak berurusan dengan sekolahmu atau kelas kamu. Yang jelas kamu tidak membawa SIM!” jawab polisi itu enteng.
            “Pak! Saya mau sekolah!!!” kataku gusar.
            “Tidak hanya kamu yang mau sekolah. Itu juga banyak,” lagi-lagi polisi itu menjawab dengan tenang. Kali ini tangannya menunjuk manusia-manusia lain yang bernasib sama denganku. Aku berdecak sebal.
            “Ini surat tilangnya,” polisi itu menyerahkan secarik kertas padaku. Ingin kuremas kertas itu. Tapi aku tahu, jika surat itu lenyap, motorku tak akan terselamatkan. Masalahnya, sekarang aku terjebak di sini! Bagaimana aku bisa sampai di sekolah sebelum gerbang dikunci?
            “Sekolahnya di mana, Dek?” tiba-tiba seorang polisi muda menghampiriku. Jika aku sedang tidak kesal, pasti hatiku berbunga-bunga. Pasalnya, polisi muda ini wajahnya ganteng. Iya ganteng. Tapi tertutup sama angkuhnya profesi polisi; menilang pelajar seenaknya. “Kok diam? Mari saya antar. Sekalian sama yang lain,” tuturnya halus.
            “Tunas Muda Pancasila,” jawabku ketus. Aku mengutuk diriku sendiri. Ditawari secara halus kok malah ketus. Payah!
Aku pernah membayangkan bagaimana rasanya naik tank kemanapun aku pergi. Tapi jika berangkat sekolah naik mobil polisi belum pernah sama sekali! Aku cukup beruntung berada di kursi depan. Di belakangku ada 4 pelajar lain yang berdesakan. Padahal tubuhnya tidak seramping aku. Ah, tak masalah. Yang penting, aku bisa sampai di sekolah dengan tepat waktu!
Sialku tidak hanya sampai pada penilangan. Tapi berlanjut pada keberangkatanku menuju sekolah. Aku adalah pelajar terakhir yang sampai di sekolah! Alhasil aku telat 30 menit! Aku urung berterima kasih. Kekesalanku pada polisi memuncak pada hari ini dan selamanya! SELAMANYA!
***
“Cie jadi pacarnya polisi. Enak tuh! Diantar pake mobil,” celetuk kakakku. Aku mendelik.
“Udah, deh, Mas. Hentikan!” pekikku.
“Cie marah. Ampun deh. Jangan-jangan sebentar lagi aku dipenjara sama pacar kamu. Hi....” jawab kakakku seraya bergidik.
“Siapa pula yang pacarnya polisi. Polisi itu tua! Aku kan masih kelas 3 SMA!” tukasku lalu segera meninggalkan kakakku yang kali ini terkekeh riang. Bejekannya berhasil! Sialan!
Setelah bejekan kakakku tadi, aku termenung di jendela kamar. Mengamati rumah di depan rumahku. Dulu aku sering main ke sana. Main sama anak lelaki si pemilik rumah yang berumur tak jauh beda denganku. Bahkan, aku pernah ngambek berkepanjangan gara-gara teman kecilku itu tidak datang pada hari ulang tahunku. Aku tertawa kecil di jendela.
Sekarang, rumah itu dijadikan kos untuk putra. Kakakku yang girang. Hampir tiap waktu dia yang main ke sana. Kira-kira apa yang dibicarakan cowok-cowok itu ya? Cewekkah? Atau sekolah? Pekerjaan? Pikiranku meracau. Sampai mataku tertumbuk seorang cowok yang baru saja keluar dari rumah itu.
“Oh.... kos di situ,” gumamku. Polisi yang mengantarku kemarin! Yang membuatku terlambat kemarin. Huh! Kenapa polisi itu harus tinggal di depan rumah, sih? Gerutuku sebal.
Bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini