Senin, 15 Juni 2015

Sama-sama, Dik



Sebelumnya baca: Terima Kasih, Tuan

Pertama-tama, aku sedikit terkejut membaca surat yang kamu kirim tempo hari. Tak menyangka, kamu justru membuatkanku tulisan seperti ini. Kupikir, kamu akan membuatkanku novel bertajuk namaku dan berisi ceritaku. Entahlah, aku tak begitu paham dunia tulis-menulis. Aku juga tak paham alur pikiranmu, yang ternyata tidak sesimple: kamu suka aku.
             
Aku juga berterima kasih kepadamu karena telah menyukaiku. Aku sudah tahu sejak dulu, memang. Tapi aku memilih tak berkomentar, dan melihat bagaimana kamu menyikapi perasaan itu. Bukannya sombong, aku hanya memberitahu bahwa sangat banyak wanita yang mengungkapkan perasaan mereka padaku. Jadi, aku bisa dengan cepat menduga siapa saja yang menyukaiku, tak terkecuali kamu. Meskipun kamu diam, aku bisa tahu kamu menyukaiku, karena diammu jika di depanku terlalu berlebihan. Sedangkan jika melalui BBM, kamu cerewet minta ampun.
             
Pernah, satu kali aku membaca tulisanmu. Aku tak tahu itu tentang siapa, tapi harus kuakui: dua jempol untuk tulisanmu. Semangat berkarya, ya, Dik!
            
 Seseorang pernah bilang padaku bahwa kamu sempat menulis tentangku. Aku sendiri belum menemukannya. Karena, ya, aku hanya membaca satu tulisanmu. Maaf, membaca bukan hobiku sejak dulu. Kalau kamu ingin aku membacanya, sebaiknya kamu beri tahu aku, tulisan mana saja yang ada ‘aku’-nya. Nanti, jika aku sempat, aku pasti membacanya.
             
Jika kamu minta bahwa kita tetap seperti ini, baiklah. Aku juga sudah biasa berpura-pura tidak tahu tentang perasaan seseorang kepadaku. Tanpa kamu minta pun, aku juga akan seperti ini. Aku tak akan menjauh, dan kamu juga tak perlu mundur. Kita akan tetap seperti ini, berjalan beriringan, meskipun pura-pura tetap harus dijalani. Bukankah kamu nyaman dengan itu? Aku berpura-pura tidak tahu tentang perasaanmu, dan kamu berpura-pura tidak tahu jika aku tahu hal ini. Ehm, terlalu rumit memang. Tapi percayalah, aku dan kamu bisa menjalaninya. Bukankah selama ini memang begitu?
             
Aku tahu, sakit cinta yang bertepuk sebelah tangan, karena aku mengalaminya sekarang. Jadi, aku akan menghargai perasaanmu itu dengan memenuhi permintaanmu: pura-pura. Aku minta maaf, karena mungkin, surat balasanku ini menyakiti hatimu. Tapi, sumpah, aku tak bermaksud begitu. Aku hanya memperjelas, bahwa aku sudah tahu tentang perasaanmu. Masalah balas-membalas perasaan, kupikir, sekarang belum waktunya. Maafkan aku karena belum mau membahasnya. Percayalah, jika ada kesempatan, kita pasti akan membicarakannya.
            
 Aku tak pandai menulis, jadi maafkan jika surat balasan ini tidak panjang. Hanya itu yang ingin aku katakan kepadamu. Selebihnya, kita bahas nanti-nanti saja. Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini