Sebelumnya baca: Maafkan Aku Karena Ini Untukmu
Maafkan, Mas,
bukan maksudku mengabaikanmu. Perlu kamu tahu, aku tidak sekeji itu. Aku tidak
seperti yang kamu ceritakan dalam tulisan itu. Mengenai aku berteriak-teriak
menyemangati si pemain pertama itu, tak lain karena dia adalah kakak kelasku di sekolah dulu, wakil negara pula. Memang benar, aku mengidolakannya. Tapi
sungguh, bukan karena alasan apapun. Hanya karena dia kakak kelasku. Sumpah,
itu saja. Bukankah kamu sendiri sudah tahu, kepada siapa hatiku berlabuh?
Aku juga minta maaf karena ketika
kamu bermain, aku justru meninggalkan gedung. Itu karena aku akan bertemu
dengan teman lamaku. Berhubung aku di sini, dan dia juga di sini, kami berjanji
untuk bertemu. Kebetulan bertepatan dengan waktumu bertanding. Jadi, maafkan
jika saat kamu hampir memenangkan babak pertama, aku justru pergi. Sungguh, aku
tak menonton pertandinganmu sampai selesai bukan karena aku membencimu seperti
yang kamu ceritakan itu. Aku pergi karena aku ada janji dengan teman lamaku.
Maafkan aku, jika kepergianku membuat mood bertandingmu rusak parah dan
berantakan.
Sebelumnya, terima kasih telah
mempersembahkan kemenangan itu untukku. Aku turut berbangga. Sebagai orang yang
kamu beri perhatian lebih, maupun sebagai warga negara Indonesia berjiwa
nasionalis tinggi. Siapa yang tak menangis haru ketika Indonesia Raya
berkumandang di negeri orang? Siapa yang tak bahagia ketika merah putih
berkibar di atas bendera negara lain? Kamu tentu tahu itu. Jadi, sekali lagi,
terima kasih atas kemenangan itu. Kamu tenang saja, seluruh bangsa akan memberi
penghormatan yang tinggi terhadapmu, tak terkecuali aku.
Sayangnya, aku perlu bilang bahwa ini
urusan kita berdua. Aku mohon, jangan kamu umbar ke siapa-siapa. Tentang
cintamu yang tak kunjung aku balas, aku mohon, jangan sangkut pautkan dengan
pemain bulutangkis, teman satu timmu, yang berumur 18 tahun itu. Sungguh, dia
tak tahu apa-apa tentang kita berdua. Dia hanya kakak kelasku, dan dia adalah
idolaku, tak lebih. Jika kamu bilang aku pilih kasih, hanya mendukung pemain
pertama itu, kamu salah. Saat temanmu yang lain tengah bertanding sedangkan aku
sibuk dengan gadget, itu tak lain karena aku sedang berkomunikasi dengan teman
lamaku yang akan bertemu. Sungguh, bukan karena aku malas menonton mereka
bertanding atau semacamnya. Sumpah. Kamu hanya salah paham, Mas.
Untuk mengakhiri surat balasan ini,
sekali lagi, selamat atas keberhasilanmu membawa medali emas. Terima kasih pula
untuk kemenangan yang kamu beri. Dan tentang hubungan kita, mungkin lebih baik
kita bicarakan empat mata di tempat biasa. Selamat malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar