Selasa, 22 Oktober 2013

Untuk Kamu, yang Tidak Menyadari Keberadaanku





Dear kamu yang tak akan kusebutkan namanya di sini.
Aku ternyata wanita yang benar-benar bodoh. Aku sudah bilang jika perasaan ini sudah HILANG. Tapi nyatanya? Aku masih sakit melihat kalian berjalan, berdua. HANYA berdua. Apa yang sedang kamu pikirkan? Kesenangan nafsu belaka? Atau hanya ingin meledekku yang enggan mengenyahkan perasaan ini? Hei! Perasaan ini sudah berusaha kumusnahkan. Tapi, justru itu yang membuatku makin ingat dan terus mengingatnya.
Selama ini aku diam. Selama ini aku termangu. Dengan candamu yang selalu terngiang di benakku. Dengan sosokmu yang kembali menjadi semu bagiku, setelah malam itu. Kamu berbincang dengan kekasihmu, kamu bercanda dengan kekasihmu, kamu tertawa dengan kekasihmu, kamu yang berjalan berdua dengan kekasihmu. Seharusnya aku tak marah. Seharusnya aku tak cemburu. Kenapa? Karena aku tidak berhak untuk melarangmu berdampingan dengan kekasihmu. Karena aku bukan ibu atau saudara perempuanmu. Karena aku hanya temanmu. Teman yang mengharapkan kamu.
Ada setangkup rindu yang menguap tatkala kamu tiba-tiba berada di dekatku, menanggapi leluconku yang kutujukan untuk sahabatku. Apa kamu tak tahu perubahan tingkahku? Apa kamu tak tahu wajahku memerah? Apa kamu tak tahu jantungku berdegup lebih kencang? Apa kamu tak tahu, ada syukur yang berbisik lirih di batinku? Apa kamu tak tahu ada sosok yang sering memandangmu lekat-lekat? Apa kamu tak tahu ada sosok yang mengharapkan kamu?
Ada rasa cemburu ketika kamu masih ‘baik-‘baik’ saja dengan kekasihmu. Ah, ya. Tak perlu kamu putus, tak perlu kamu berstatus lajang. Kita dekat, itu sudah cukup. Aku dan kamu kembali bekerja sama dalam 1 tahun ke depan. Tapi, aku tak tahu, apakah kejadian yang telah lalu dapat terulang? Apakah perasaan ini juga cepat hilang? Aku tak tahu. Pertanyaan-pertanyaan itu hanya mengelus dinding hatiku perlahan.
Aku tak tahu persis kapan rasa ini hadir. Aku tak tahu, sejak kapan aku suka menulis tentang dirimu. Aku tak tahu, mulai kapan aku suka mengamatimu. Aku tak tahu, dari kapan jantungku berdegup lebih cepat saat kamu ada di dekatku. Aku tak tahu. Apakah sejak MOS 2013/2014 lalu? Apakah sejak kita masuk dalam lembaga yang sama? Apakah sejak kita bertatap muka? Apakah sejak kita berada dalam 1 organisasi? Apakah sejak kita menyusun kertas-kertas memusingkan pada masa MOS adik kelas dulu?
Adik kelas? Ah, ada rasa perih yang berbisik jika kita membicarakan adik kelas. Adik kelas yang mampu memikatmu. Adik kelas yang mampu merebut hatimu. Adik kelas yang meniadakan hadirku dalam kehidupanmu. Adik kelas yang pernah berkata ‘tidak suka’ kepadamu. Yang jelas, adik kelas yang kamu suka, sayang, dan cinta.
Cih! Cinta? Tahu apa kita tentang cinta? Cinta yang katanya membuat senang itu? Cinta yang katanya membuat hati orang berbunga-bunga? Iya kalau cintanya terbalas. Kalau tidak? Seperti aku kepadamu? Cinta ini hanya membuatku tak berhenti menulis tentangmu. Cinta ini hanya membuatku tak henti bersenandung lagu menyedihkan. Cinta ini hanya membuatku seperti orang aneh, hampir setiap hari membuat status di facebook, bertujuan agar kamu tahu perasaanku, padahal kita saja tak berteman.
Cinta ini hanya membuat sakit, ketika kita dihadapkan pada kenyataan bahwa, orang yang kita suka, menyukai orang lain. Kau tahu? Ada rasa sakit. Ada rasa perih. Saat kamu berjalan di pusat kota, bersama kekasihmu, malam itu. Sedangkan aku, menjalankan tugas, dalam keadaan lelah, mengetahui kalian berdua, berjalan bersama. Ingin rasanya aku menamparmu! Ingin aku menghampirimu! Memakimu!
Ah, tapi aku tak bisa. Pikiranku bukan anak kecil lagi yang merengek-rengek agar permintaannya terpenuhi. Aku tak mungkin merengek-rengek agar kamu suka padaku. Aku tak mungkin merengek-merengek memohon kepada kekasihmu agar memutuskan hubunganmu. Itu tak mungkin. Aku sudah terlalu besar untuk berbuat seperti itu. Yang mampu kulakukan, mungkin hanya menulis perasaan lewat surat yang kuposting melalui blog pribadiku. Melalui surat yang tak pernah kau baca.
Aku bukan orang yang mampu merangkai cerita. Aku bukan orang yang mampu menciptakan alur untuk enak dibaca. Aku hanya orang yang merangkai kata untuk menuangkan perasaanku pada sebuah tulisan. Tulisan yang rata-rata untuk kamu. Kamu yang tak sepenuhnya mengerti aku. Kamu yang terkadang memperhatikanku, lebih sering mengacuhkanku.
Kita tak pernah berkomunikasi di dunia maya. Kita tak pernah membicarakan hal tak penting yang kata orang, hal tak penting itulah yang membawa perasaan ‘suka’. Kita selalu membicarakan hal penting terkait kegiatan organisasi. Selalu. Tapi, kenapa aku tak mampu mengendalikan rasa ini? Kenapa aku merasa, rasa ini kian tersulut? Rasa yang kata orang disebut cinta. Oh ya?
Aku hanya salah satu orang, yang termasuk dalam penggemarmu. Aku hanya salah satu orang atau bahkan satu-satunya orang yang menuliskan perasaan ini secara gamblang di dunia maya. Aku mungkin hanya pengecut yang tak berani mengungkapkan perasaan ini kepada yang bersangkutan. Kamu. Aku tak berani mengungkapkan rasa suka ini. Kenapa? Karena rasa ini, terbantah oleh gengsi. Ya, gengsi.
Luka, sakit, perih, cemburu, yang menghantuiku selama ini karena ulahku sendiri. Karena aku menutup rapat isi hatiku tentangmu, kepadamu. Aku juga sadar, gengsi tak mampu mengobati rasa perih ini.
Jika aku mengungkapkan rasa ini, mungkin kamu akan terkejut lalu malah menjauhiku. Aku tak mau itu. Aku tetap aku, dan kamu tetap kamu. Kita tetap teman dengan rentangan jarak yang begitu lebar untuk dijadikan dalam status berpacaran. Selamat membaca surat yang tak akan kau baca ini.
Dari rekan kerja satu timmu, orang yang mengharapkanmu.
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini