Selasa, 15 Oktober 2013

Setelah Kabar Siang Ini



Selamat hari raya kurban Mas! Selamat juga udah ngasih kejelasan tentang perasaanmu ke aku walaupun nggak langsung. Makasih ya, Mas. Itu udah jadi bukti buat aku, kalau aku itu Cuma adik kelas di depan kamu, nggak lebih. Kata ‘sayang’ yang pernah tertulis dalam sebuah pesan singkat, hanya ikut andil dalam mewarnai perpisahan kita, nggak lebih. Aku yang terlalu melebihkan arti kata ‘sayang’ yang kau kirimkan.

            Aku hanya wanita bodoh yang masih mengharapkan kamu. Aku hanya wanita payah yang masih mengingat memori tentang kita. Aku masih ingat bagaimana kita terhubung di dunia maya. Dengan tawa dan canda, aku selalu menunggu malam-malam di mana kita hanya berdua, menikmati layar laptop, berbagi cerita, dengan kamu. Aku selalu menanti cerita-cerita lucumu, yang biasanya selalu mengubahnya menjadi tawa untukku. Tanpa aku tahu, kenangan itu masih kuharapkan hingga kini.
            Kamu pacaran, kamu putus, kamu dekat dengan orang lain. Apakah hidupmu terlalu singkat untuk sekedar menyadari keberadaanku di dunia? Keberadaanku yang tidak sekedar menjadi figuran dalam hidupmu. Keberadaanku yang tidak sekedar menjadi adik kelas selama beberapa tahun ini. Aku mungkin hanya segelintir orang yang mengharapkan kamu. Tak perlu dengan status pacaran. Tak perlu dengan kata cinta atau sayang. Hanya kita saling dekat, itu sudah cukup. Kita hanya saling tegur sapa, itu sudah cukup.
            Menyakitkan bila kamu masih acuh di depanku. Apakah ada yang memarahimu jika kamu mengucap ‘hai’ padaku? Apakah masih ada yang mengaturmu untuk menjauhiku? Apakah terlalu sempit memori yang tersedia di otakmu untuk sekedar mengingat kenangan tentang kita?
            Aku hanya mampu menulis perasaan ini dalam surat yang tak pernah kau baca. Tidak mungkin aku melisankan perasaan ini di depanmu. Aku terlalu takut untuk berdiri di depanmu. Yang kumampu hanya berdiri di sampingmu, lalu menggumam tak jelas jika kamu tidak menyapa bahkan tidak menengokku. Teman-temanmu banyak yang menganggap kehadiranku. Teman-temanmu banyak yang mengenaliku. Tapi, kamu tidak. Kamu tidak menganggap aku ada, tapi ya! Kamu memang mengenaliku. Sepertinya.
            Apa kamu ingat bulan Ramadan tahun ini? Saat aku mengirim pesan singkat untukmu menjelang sholat tarawih? Saat itu aku sedang bingung mencurahkan isi hati ke mana. Dan aku juga tak tahu, kenapa otak dan sarafku memilih dirimu. Aku tak tahu, kenapa jemariku mencari namamu, mataku membaca namamu, dan otakku memerintahkan untuk menekan tombol ‘kirim’.
            Seharusnya aku mampu menebak. Seharusnya aku sudah memperkirakan apa yang kamu katakan, balasan apa yang kamu kirim. Kamu hanya menyarankanku untuk ke masjid agar emosiku kembali stabil. Sesingkat itu saran kamu. Padahal, aku mengetik ratusan huruf untuk menggambarkan perasaanku saat itu. Sungguh, kamu bukan yang dulu. Kamu bukan kamu yang kukenal dulu. Kamu yang ramah, peduli dan konyol. Sehitam putih itukah aku di hidupmu?
Yang kuharap adalah, kamu membaca surat ini, menyadari kesalahanmu, meminta maaf padaku, dan kita kembali dekat.
Untuk kamu, yang pernah kunanti kehadirannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini