Jumat, 25 Oktober 2013

Setelah Sapaan Singkatmu, Siang itu



Kita kembali dipertemukan. Tapi dalam tema yang berbeda. Sudah ada 3 kali peristiwa berbeda yang Tuhan ciptakan untuk mempertemukanku kembali denganmu. Membuatku kian kuat untuk berharap kamu berada di sisiku. Yang pertama, aku mulai dari dunia maya. Dunia yang pernah kita jelajah untuk saling berinteraksi, saling tertawa, berbincang, saling berbagi cerita, tentang sekolah, teman, hingga cinta. Apakah kamu ingat? Itu terjadi sekitar 2 tahun yang lalu. Saat kita menimba ilmu di lembaga yang berbeda.

Yang kedua, adalah kita dipertemukan dalam masa MOS. Masa-masa dimana aku belum menyadari betapa aku ingin kamu berada di sampingku. Aku belum mengerti, aku belum menyadari bahwa aku akan mengharapkan kamu lebih dari sekedar teman, lebih dari sekedar kakak kelas. Masa MOS, yang semakin mempererat hubungan kita, sebagai teman. Kembali tukar menukar cerita melalui dunia maya. Seakan mengingat bahwa pertama kali kita terhubung melalui dunia maya. Aku juga ingat dan akan terus mengingatnya jika kamu selalu membagi pengalamanmu saat menimba ilmu di sekolah itu. Sekolah yang menjadi tujuanku setelah lulus dari ujian-ujian memusingkan yang kupelajari selama 6 tahun.
Kamu juga menjadi orang yang membuatku terkesan saat masa MOS itu. Made My Day. Terima kasih. Apa kamu tahu, aku sempat kecewa jika kamu tidak berada di kelasku untuk sekedar memberi lembaran absensi siswa? Apa kamu juga tahu, aku sengaja memperlambat waktuku melipat mukena di mushola agar bertemu denganmu? Apa kamu tahu aku selalu mencari pemilik sarung berwarna seperti langit? Yang kumaksud adalah kamu, Mas. Kamu!
Beberapa waktu kemudian, kamu menjauhiku. Dengan alasan yang menurutku sangat tidak masuk akal. Dan mulai saat itu, aku rindu hadirmu. Aku rindu kebersamaan kita yang berakhir dengan mengenaskan. Aku rindu pengalaman kamu. Aku rindu cerita kamu. Aku rindu kamu dan duniamu yang selalu kau bagikan untukku, hanya untukku. Aku menyebutmu hebat karena, dengan kamu menjauhiku, aku jadi tahu, ada semacam buih perasaan aneh yang menyusupi batinku secara perlahan namun pasti. Perasaan itu muncul ketika kamu mulai tidak menyapaku, tidak mempedulikanku, dan mengacuhkanku.
Mulai saat itu juga, aku sadar. Aku tidak menjadikanmu sekedar tempat curhatku selama ini. Aku sadar jika aku tak mungkin memasuki duniamu dan menduduki singgasana yang tersedia di kerajaan indahmu. Aku tak mungkin menjadi ‘lebih’ dari sosok teman dalam hidupmu. Aku hanya pengisi tempat kosong yang tak akan kau cari jika aku hilang. Dan ada semacam rindu. Rindu yang membuatku muak. Rindu yang selalu kutemui dalam hari-hariku. Rindu yang semakin membosankan. Rindu yang kian menyadarkanku bahwa kamu termasuk manusia berarti dalam hidupku. Bahkan, rindu juga yang menyatakan bahwa aku menginginkan kamu setelah kebiasaan kita saling berbagi tawa. Selalu ada rindu di setiap jengkal cerita kita. Rindu ini, sekarang menghantuiku. Rindu ini yang selalu membawamu dalam bingkai imajiku.
Entahlah, ini sudah tulisan keberapa aku menulis tentang dirimu. Dirimu yang membuatku hampir terjungkal karena selalu melihat masa lalu. Ini indah. Ini aneh. Ini asyik. Ini bodoh. Ini menyenangkan. Ini payah. Aku selalu menyempatkan mataku untuk sekedar melihat sosokmu yang tidak sadar jika sedang diamati seseorang. Aku selalu menyempatkan otakku untuk mengenang memori tentangmu. Selalu ada senyum di akhir angan tentang kamu. Seakan-akan, kamu adalah penyembuh lukaku. Padahal, kamu yang membuat ‘luka’ gila ini. Bagaimana bukan disebut luka? Kamu yang memulai perkenalan kita, kamu juga yang mengakhiri kedekatan kita. Aku kecewa, Mas. Tapi, entahlah. Kekecewaan ini, selalu tak terlihat, namun tetap tak terbantahkan.
Dan yang ketiga adalah, canda yang meluncur hangat dari mulutmu kemarin. Ada sikap spontan yang tercermin darimu. Semacam, kebiasaan. Aku patut untuk bersyukur. Di kala aku hampir bosan untuk berdo’a agar kita kembali dekat, kamu kembali muncul, atau mungkin yang lebih tepat adalah kamu kembali dihadirkan oleh Tuhan untukku. Untuk menghapus rindu yang hampir tak terlihat saking banyaknya. Saking menumpuknya. Saking aku tak sanggup lagi menyimpannya.
Sapaan yang terlontar dari mulutmu siang itu, kembali membuat senyumku mengembang. Sapaan, dari kamu, orang yang berarti di kehidupanku! Setelah kita  terpisah beberapa bulan ini. Hampir 1 tahun ini. Apa kamu tahu, aku hampir berteriak setelah kamu sapa? Apa kamu tahu, aku akan menjerit histeris jika tidak ingat kalau sedang di sekolah?
Ada sebuah jawaban dari sebuah penantian yang menjengahkan. Terima kasih Tuhan, telah menyentuhkan ujung jemariMu untuk merancang peristiwa yang membuatku terkesan, telah menunjuk dia sebagai pengisi peristiwa berharga dalam hidupku. Telah menjadikan dia, bukan sekedar fatamorgana di tengah gurun penantian yang amat luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini