Sabtu, 05 Oktober 2013

Tulisan Baru Tentang Kamu




Siang ini. Kamu. Jendela ruang OSIS. Kamu baik-baik saja ya, Mas? Masih dengan tatapan sendumu. Masih dengan wajah tak ceriamu. Masih dengan candamu, dengan teman-temanmu. Seandainya aku terhitung sebagai salah satu dari temanmu, mungkin aku merasa manusia yang beruntung. Padahal, manusia-manusia yang kamu anggap teman-temanmu merasa biasa saja. Iya, kan?
            Seharusnya aku mengucap syukur kamu sudah putus dengan wanita itu. Seharusnya aku mampu mengambil perhatianmu (lagi). Seharusnya aku tak lagi bingung bagaimana mengambil sikap saat di depanmu. Seharusnya aku tak lagi menyukaimu. Seharusnya. Tapi nyatanya? Aku malah terkejut ketika membaca status facebookmu yang tidak berpacaran lagi dengannya. Aku juga tidak sanggup mengambil perhatianmu seperti dulu, yang membuat pacarmu cemburu. Aku juga masih bingung bagaimana ekspresi wajah yang harus kutunjukkan jika ada kamu (baca: hanya lewat). Aku juga masih (merasa) suka sama kamu.
            Kamu ingat *sebut merk*, Mas? Yang pernah kamu beri dulu waktu Ulangan Umum Semester Pertamaku di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pacitan. Ulangan umum perdanaku. Dan, kamulah yang membuat waktu itu berkesan! Tahukah kamu? Plastik cokelat renyah itu masih kusimpan. Mengingat, hal itu mustahil untuk terulang. Terlalu tinggi jika aku berharap kamu kembali memberiku sebuah benda yang sebenarnya tak begitu berarti. Aku bisa setiap hari membeli *sebut merk*. Harganya tak semahal mobil murah. Tapi kenapa aku sangat menyayangi pemberianmu ini? Bukan karena aku suka *sebut merk*. Tapi karena aku suka sama pemberinya. Kamu, Mas!
            Mas, kamu adalah manusia pertama yang aku suka dengan cara yang berbeda. Aku suka kamu sampai rasa suka itu hilang pelan-pelan. Aku suka sama kamu sampai rasa suka itu berubah menjadi semu. Aku suka sama kamu dengan cara ajaib. Aku suka sama kamu tapi nggak tahu rasa suka itu tumbuh dengan subur. Aku suka sama kamu dari dulu hingga sekarang. Aku suka sama kamu tidak hanya sekedar dari buaian gombal yang rata-rata hanya penyejuk rasa. Aku suka sama kamu tanpa ada kata “Aku cinta kamu”.  Aku suka sama kamu murni karena kenyamanan yang terjalin, yang selalu kudapat jika dekat dengan kamu.
            Aku kangen waktu kita membicarakan Organisasi Siswa Intra Sekolah milik sekolahmu. Aku kangen waktu kamu promosi tentang OSIS. Aku kangen waktu kamu membujukku untuk bergabung menjadi pengurus OSIS. Aku kangen waktu kita melewati tengah malam di depan halaman bertajuk facebook. Aku kangen waktu aku curhat tentang teman ‘beda’ kelasku, Mas. Aku kangen saran-saranmu tentang bagaimana aku menyikapi dia, Mas. Seharusnya aku senang dengan kenyamanan yang kamu ciptakan. Seharusnya aku senang dengan perhatian yang kamu beri. Sayangnya, aku belum mengerti kenapa aku selalu ingin mencurahkan isi hati kepadamu. Aku belum mengerti kenapa aku selalu ingin menghadap laptop di malam libur (baca: bertemu dengan kamu lewat maya).
            Kamu nyata tapi maya. Kamu ada tapi semu.
            Kamu ingat beberapa waktu yang lalu pandangan kita sempat bertemu? Apa kamu tahu setelah kamu mulai berpura-pura sibuk dengan motormu, aku sangat mengingat peristiwa itu? Rasa rinduku sebagian telah terkikis. Perasaanku lega ternyata kamu masih baik-baik saja. Masih menjadi sosok yang pendiam. Masih menjadi sosok dengan wajah yang murung.
            Mas, apakah aku pernah menjadi teman yang kamu istimewakan? Apakah canda yang pernah kamu bagi dulu itu hanya untukku? Apakah benar-benar hanya untukku dan beberapa temanmu yang lainnya? Apa kamu juga ingat bahwa kamu pernah memegang tanganku? Apa kamu ingat peristiwa penutupan MOS 2012/2013 menyisakan kenangan istimewa dalam kehidupanku? Di samping selatan mushola kita bertemu dan bercanda. Apa kamu ingat, Mas? Apa aku terlalu bodoh karena mengingat peristiwa tak penting itu?
            Siapa yang hampir tidak pernah absen untuk ke kelasku pada masa MOS? Kamu, Mas! Dan aku kembali tertegun kecewa jika aku baru menyadari hal itu beberapa bulan terakhir. Aku tidak peka dengan sikap kamu yang sekarang kunilai “kamu-dulu-mengistimewakanku”. Atau kamu dulu memang benar-benar tidak mengistimewakanku?
            Mas, apa kamu tahu kabarku sekarang? Alhamdulillah, aku baik-baik saja di sini, Mas. Lukaku karenamu pelan-pelan mulai terobati. Pelan-pelan aku juga mulai menata hatiku setelah porak poranda karena aku baru menyadari arti penting hadirmu. Setelah aku kehilangan rasa nyaman dan perhatian darimu. Aku sekarang mulai belajar bagaimana caranya melihat kamu dengan tatapan wajar. Mengendalikan pita suara agar tidak histeris jika kamu menyapaku lewat dunia maya. Dunia yang dulu pernah kita ‘singgahi’ untuk menyandarkan keluh kesah. Untuk menjadi sandaran pengganti bahumu untukku. Menjadi wadah tumpahan rindu yang meletup. Menjadi saksi tawa yang seharian membisu karena tak ada candamu.
            Untuk kamu, pria yang tak akan kusebutkan namanya dalam tulisan ini.
*sebut nama*. Nama akun facebook yang selalu membuatku tersentak dan selalu ingin mengikuti kabar tentang pemiliknya. Nama akun facebook yang dulu selalu memenuhi pemberitahuan. Nama akun facebook yang dulu selalu kunantikan hadirnya di antara deretan pengunjung facebook yang online. Nama akun facebook yang selalu aku cari di tengah kesibukanku sebagai pelajar. Yang menyambangiku tentang bagaimana hidup dalam kepengurusan OSIS. Selamat malam kamu pemilik akun facebook *sebut nama*. Selamat menikmati hari-harimu sebagai lajang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini