Selamat malam,
Mas. Selamat beristirahat. Jika kamu sering membaca kirimanku, tentu kamu tak
asing lagi denganku. Penggemarmu yang menggilaimu. Yang selalu mengharapkanmu
melalui akun twitter, layar kaca, bahkan buku. Buku tentang teman-temanmu. Yang
masih ada sangkut pautnya dengan dirimu. Tapi tidak ada kamu. Eh, ada ding. Tapi
kamu hanya terlibat dalam 3 gambar. Itu pun dengan ukuran 3x4.
Semakin lama, aku semakin suka
padamu, Mas. Semakin penasaran dengan kehidupanmu. Bagaimana wajah Ibumu?
Bapakmu? Keluargamu? Bagaimana pula dengan rumahmu? Berlantai dua? Atau bahkan
3? Apakah halaman rumahmu penuh dengan rerumputan? Atau dipaving? Disemen? Apa
kamu sudah punya tambatan hati? Yang benar-benar mencintai hatimu? Bukan wajah
atau dompetmu?
Ah, tidak hanya kamu yang buatku
penasaran, Mas. Perjuanganmu. Bagaimana kamu bisa jadi wakil dari kota
kelahiranmu, memenuhi panggilan negara. Pasti bangga, kan? Jika aku punya
stasiun televisi, aku pasti selalu memantau perkembanganmu dengan timmu. Jika
aku orang kaya, aku pasti sudah jadi sponsor untukmu dan timmu. Jika aku adalah
orang sukses tanpa bekerja, aku pasti sudah mengikuti kemanapun kamu pergi
bertanding. Jika, jika, dan jika.
Usiamu terbilang masih belia,
Mas. Masih terlalu kecil. Belum genap 20 tahun. Aku lebih kecil lagi. Belum
genap 15 tahun. Mungkin, lebih baik jika aku menjadi adikmu. Yang pastinya
selalu memberi semangat padamu. Selalu mendukungmu. Dan yang penting, aku tidak
luput dari perhatianmu. Tidak perlu me-mention kamu dalam bentuk
gambar, atau tulisan romantis (baca: alay).
Tak masalah jika aku jadi salah
satu keluargamu, yang sering kautinggal untuk bertanding. Toh, ujung-ujungnya
kamu memenuhi panggilan rinduku. Tidak menjadi orang lain seperti ini! Hanya
bisa menunggumu di timeline; berita online; berita di tv; dan buku. Kamu
juga tidak mungkin mendengar panggilanku. Tak mungkin mendatangiku. Kamu itu
jauh.
Gila saja, jika aku memasang
namamu di bio twitterku. Me-mention kamu dengan bahasa daerahku. Yang tentunya
tidak kamu mengerti. Kamu anak Maluku, aku anak Jawa. Kamu di Utara-Timur. Aku
di Selatan-Timur. Sama-sama timur, tapi beda pulau! Haha!
Eits, tapi aku jadi penasaran.
Apa kamu membaca mentionku? Lalu
mengerutkan kening karena ada bahasa alien yang mampir di twittermu. Ah, betapa
lucunya wajahmu jika itu benar terjadi. Wajah bingung. Pasti tetap ganteng.
Kamu melongo saja, masih terlihat tampan. Ya! Aku suka kamu, karena kamu
menawan! Tidak hanya itu. Aku suka kamu ketika kamu menjaga wilayah belakang
sebelah kanan. Tak lupa, kamu juga mengirim bola dari belakang hingga depan.
Hingga disambut temanmu. Hingga membuahkan gol. Hingga senyum kemenanganmu
terkembang. Hingga wajahmu tertangkap kamera. Hingga sujudmu di tengah
lapangan, disaksikan jutaan pasang mata. Hingga aku terpana di depan layar
tv—di ruang keluarga.
Ah, sudahlah. Aku tahu, bahwa
kamu juga tahu banyak yang menggemarimu. Tapi aku tak yakin, jika kamu tahu ada
remaja di kota kecil bernama Pacitan, yang sering menulis surat untukmu.
-Mahdi Fahri Albaar-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar