Senin, 26 Mei 2014

To My BigBos, Wherever You Are



Selamat malam, Mas. Selamat beristirahat. Jika kamu sering membaca kirimanku, tentu kamu tak asing lagi denganku. Penggemarmu yang menggilaimu. Yang selalu mengharapkanmu melalui akun twitter, layar kaca, bahkan buku. Buku tentang teman-temanmu. Yang masih ada sangkut pautnya dengan dirimu. Tapi tidak ada kamu. Eh, ada ding. Tapi kamu hanya terlibat dalam 3 gambar. Itu pun dengan ukuran 3x4.
                
Semakin lama, aku semakin suka padamu, Mas. Semakin penasaran dengan kehidupanmu. Bagaimana wajah Ibumu? Bapakmu? Keluargamu? Bagaimana pula dengan rumahmu? Berlantai dua? Atau bahkan 3? Apakah halaman rumahmu penuh dengan rerumputan? Atau dipaving? Disemen? Apa kamu sudah punya tambatan hati? Yang benar-benar mencintai hatimu? Bukan wajah atau dompetmu?

Ah, tidak hanya kamu yang buatku penasaran, Mas. Perjuanganmu. Bagaimana kamu bisa jadi wakil dari kota kelahiranmu, memenuhi panggilan negara. Pasti bangga, kan? Jika aku punya stasiun televisi, aku pasti selalu memantau perkembanganmu dengan timmu. Jika aku orang kaya, aku pasti sudah jadi sponsor untukmu dan timmu. Jika aku adalah orang sukses tanpa bekerja, aku pasti sudah mengikuti kemanapun kamu pergi bertanding. Jika, jika, dan jika.
                 
Usiamu terbilang masih belia, Mas. Masih terlalu kecil. Belum genap 20 tahun. Aku lebih kecil lagi. Belum genap 15 tahun. Mungkin, lebih baik jika aku menjadi adikmu. Yang pastinya selalu memberi semangat padamu. Selalu mendukungmu. Dan yang penting, aku tidak luput dari perhatianmu. Tidak perlu me-­mention kamu dalam bentuk gambar, atau tulisan romantis (baca: alay).
               
Tak masalah jika aku jadi salah satu keluargamu, yang sering kautinggal untuk bertanding. Toh, ujung-ujungnya kamu memenuhi panggilan rinduku. Tidak menjadi orang lain seperti ini! Hanya bisa menunggumu di timeline; berita online; berita di tv; dan buku. Kamu juga tidak mungkin mendengar panggilanku. Tak mungkin mendatangiku. Kamu itu jauh.
                
Gila saja, jika aku memasang namamu di bio twitterku. Me-mention kamu dengan bahasa daerahku. Yang tentunya tidak kamu mengerti. Kamu anak Maluku, aku anak Jawa. Kamu di Utara-Timur. Aku di Selatan-Timur. Sama-sama timur, tapi beda pulau! Haha!
                 
Eits, tapi aku jadi penasaran. Apa kamu  membaca mentionku? Lalu mengerutkan kening karena ada bahasa alien yang mampir di twittermu. Ah, betapa lucunya wajahmu jika itu benar terjadi. Wajah bingung. Pasti tetap ganteng. Kamu melongo saja, masih terlihat tampan. Ya! Aku suka kamu, karena kamu menawan! Tidak hanya itu. Aku suka kamu ketika kamu menjaga wilayah belakang sebelah kanan. Tak lupa, kamu juga mengirim bola dari belakang hingga depan. Hingga disambut temanmu. Hingga membuahkan gol. Hingga senyum kemenanganmu terkembang. Hingga wajahmu tertangkap kamera. Hingga sujudmu di tengah lapangan, disaksikan jutaan pasang mata. Hingga aku terpana di depan layar tv—di ruang keluarga.
                 
Ah, sudahlah. Aku tahu, bahwa kamu juga tahu banyak yang menggemarimu. Tapi aku tak yakin, jika kamu tahu ada remaja di kota kecil bernama Pacitan, yang sering menulis surat untukmu.

 -Mahdi Fahri Albaar-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini