Selasa, 12 November 2013

Apa Nama yang Tepat Untuk Rasa Ini?



Rasa ini hampir punah. Rasa ini hampir musnah. Rasa ini hampir hilang. Rasa ini hampir padam. Rasa ini hampir menguap. Rasa ini sudah tak berdaya. Rasa ini sudah berada pada suatu ujung. Rasa ini sudah begitu sepi. Rasa ini sudah berada pada masanya untuk segera beranjak. Rasa ini sudah menunjukkan titik lelahnya. Rasa ini sudah tak ada orang yang menggubris, termasuk aku, pemilik dari rasa ini.
            Rasa ini bukan sebuah rasa kecewa. Rasa kesal. Rasa marah. Rasa sedih. Rasa dongkol. Rasa sayang. Rasa kangen. Atau bahkan rasa cinta. Sama sekali bukan. Yang kutahu, rasa ini hadir ketika aku berada dekat denganmu. Kita berjarak, tak ada 1 meter. Kita berbincang lebih dari 1 jam. Tak lagi berdiri berjauhan, tak lagi bercakap dengan waktu singkat. Dan, selalu ada rasa rindu di setelahnya. Selalu ada rasa candu di setiap akhir pembicaraan kita.
            Kau tahu? Aku sudah lama merasakan hal ini. Namun, aku tak kunjung menyadarinya. Aku membiarkan rasa ini liar. Aku tak berusaha menjaganya. Aku juga tak berusaha menghapusnya. Aku terlalu sibuk berkhayal, merangkai cerita dengan orang berarti lain di pikirku. Rasa ini selalu menggedor benakku, menunjukkan bahwa ia ada dalam hidupku. Bahwa ia hadir dalam hidupku. Bahwa ia juga perlu diperhatikan, dipedulikan, dan dijaga. Rasa itu berusaha menunjukkan bahwa dirinya adalah nyata.
            Rasa ini bukan cinta.
            Cinta bukanlah sebuah ungkapan yang tepat untuk rasa ini. Rasa ini tidak dapat kudefinisikan. Aku hanya mampu mengungkapkan apa yang kurasa saat di dekatmu. Senyummu, candamu, masih lekat pada memoriku. Ia masih betah pada posisinya dalam otakku. Aku tak berniat mengusirnya. Kenapa? Karena aku sendiri baru merasakan hadirnya, setelah beberapa hari terakhir ini. Setelah kamu tiba-tiba duduk di sisiku. Setelah kamu tiba-tiba menyapaku. Setelah kamu tiba-tiba menaruh buku-buku pelajaranmu di sampingku. Setelah kamu mengklaim dirimu sebagai teman sebangkuku.
            Dan, setelah aku merasa mati kutu ketika kamu duduk di sampingku. Setelah aku merasa ada kebekuan di setiap kata yang kulontarkan. Setelah aku merasa kehabisan topik untuk dibicarakan. Setelah kita dihinggapi keheningan masing-masing saat menerima pelajaran. Setelah aku menikmati kebersamaan kita selama kurang lebih 3600 detik. Setelah aku merasa ada rindu di akhir dialog kita.
            Sekali lagi, rasa ini bukan cinta.
            Mungkin, kamu tak peduli, betapa aku berkali-kali mengatakan bahwa ini bukan cinta. Karena rasa ini tak seperti tulisan cinta yang sering kubaca. Rasa ini berbeda. Tak seperti tulisan dari penulis ternama. Yang menyatakan bahwa orang yang sedang jatuh cinta, selalu mampu menciptakan topik untuk dibahas. Selalu ada keinginan untuk membekukan waktu. Selalu ada keinginan untuk berdua, bersama.
            Apa kau ingat saat pelajaran pengayaan tentang angka? Aku pernah berada di pelukmu walau hanya sekejap. Aku pernah berada dalam dekap tanganmu walau hanya singkat. Mungkin, sama cepatnya dengan kecepatan cahaya. Saat itu, aku menyembunyikan senyum. Saat itu, aku menjinakkan degup jantung yang secara liar berdetak, bahkan sampai pada gendang telingaku. Mungkin, saat itu, wajahku merah, jika ada orang yang menyadarinya.
            Candamu yang cenderung menjengkelkan, tak mampu membuatku jengkel, apalagi marah. Kesalku, hanyalah akting sebagai hasil dari leluconmu. Aku tak pernah sepenuhnya mampu benci terhadapmu. Mengapa? Entahlah, aku tak mampu menuliskannya. Inikah yang dinamakan abstrak? Inikah yang dimakan absurd? Inikah cinta yang setiap orang menyatakannya sebagai sesuatu yang tidak jelas?
            Apakah cinta itu abstrak?
            Ada berbagai pertanyaan di setiap jengkal posisi kita. Ada rindu di setiap detik usai percakapan ringan kita. Ada rasa ingin menahanmu ketika kamu beranjak, melangkah pergi meninggalkanku. Walau, kamu hanya ingin sekedar mengambil buku. Bukankah ini aneh? Bukankah ini menggelikan? Berarti ini bukan cinta? Cinta yang kata orang sebenarnya absurd itu?
              Tak pernah ada yang tahu, bagaimana cinta bermula. Tak pernah ada yang mengerti bagaimana cinta merasuki hati dan pikiran kita. Tak pernah ada yang mengira kapan cinta menyentuh otak dan benak kita. Tak pernah ada. Hanya Tuhanlah yang mengetahui semuanya. Kita sebagai manusia, hanya mampu menengadahkan tangan, memohon petunjuk jalan yang benar. Hanya itu.
Sudahkah mengetahui nama yang tepat untuk rasa ini? Silahkan meninggalkan komentar jika telah mengetahui jawabannya :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini