Sesak ketika melihat
wajahmu tersipu saat mereka bercerita tentang dia. Dia yang mampu membuatmu
memujanya. Rasa tak percaya yang semula muncul saat aku mengetahui kamu dekat
dengannya, sirna. Aku mulai percaya kamu menyukainya. Ini aneh. Konyol. Bodoh.
Payah. Aku ada di antara kalian. Tapi, sepertinya aku bukanlah tembok yang harus
kalian tembus. Yang harus kalian daki untuk mempersatukan cinta. Bahkan,
mungkin aku tidak terlihat.
Aku sempat membedakanmu
dengan yang lain. Tapi ternyata kamu sama. Sama-sama menghilangkanku dari
pandanganmu. Ceritaku hanya kau gantung di udara. Itu sama sekali berbeda
dengan 3 hari yang lalu! Dari kau menyapaku baik-baik, tersenyum padaku dengan
manis, aku mulai percaya jika kamu berbeda dengan mereka. Tapi aku salah! Kamu
sama!
Apakah aku harus menyalahkanmu karena
kamu tidak menganggapku ada? Atau, aku harus menyalahkannya karena seolah dia
tidak melihatku? Untuk apa mata kalian jika tidak untuk melihat? Hei, aku ada
di antara kalian! Bisakah kalian melihatku? Tuhan memberi kalian sepasang mata.
Tapi untuk apa? Hanya untuk menatap satu sama lain?
Apa
kau suka jika diacuhkan? Apa kau senang jika ceritamu digantung di udara? Apa
kau suka jika dianggap tak ada dalam dunia ini? Apa kau suka? Betapa sempitnya
terhimpit oleh kalian. Aku tidak kau perkenankan untuk memperjuangkan
perasaanku. Aku sama sekali tidak kau dukung.
Belum
genap satu bulan kita becanda bersama. Belum genap satu bulan tulisan dalam
blogku tertera. Belum genap satu bulan aku menulis tentangmu. Belum genap satu
bulan aku menulis kejadian yang terjadi di antara kita. Apa kau lupa? Saat-saat
kita tertawa bersama, bercengkrama, mengupas habis topik pembicaraan, ah.. apa
kau menderita amnesia? Atau, memang kau menganggap itu hal biasa dan wajar?
Wajar jika kau mengacuhkanku?
Sakit
kurasa ketika kamu tidak lagi mempedulikanku. Seharusnya kamu tidak usah
menyapaku, memberiku sebuah senyuman, mengajakku berbincang, atau mengajakku menimpali
leluconmu jika ujung-ujungnya kamu mengacuhkanku! Kamu tidak pernah berpikir
bagaimana caraku menghapusmu dari ingatanku.
Kenangan tentangmu masih
segar dalam ingatan. Aku masih ingat lelucon-leluconmu 2 minggu yang lalu. Aku
masih ingat caramu memegang tanganku. Aku masih ingat saat kamu bersamaku. Awal
pertama aku luluh jika di dekatmu. Awal pertama aku belajar untuk tidak salah
tingkah di depanmu. Semua itu harusnya sirna! Tidak malah menyesakkan seperti
ini!
Apa aku salah jika
menyukaimu? Apa aku salah jika mengharuskanmu menghargaiku? Apa aku salah jika
menulis tentangmu? Apa aku salah jika menerbitkan tentang perasaanku padamu?
Toh, tak banyak orang yang tahu termasuk kamu. Aku memilih diam di hadapanmu. Apalagi,
saat mengetahui kamu menyukainya, aku semakin bungkam. Diam seribu bahasa. Mulutku
terkunci rapat. Berusaha menekan perasaan sesak yang menyeruak.
Hari ini, kudapati kamu
mengerjakan entah tugas apa. Membuatmu kalang kabut. Apa karena saking sibuknya
kamu mengurus dia hingga lupa pada tugas yang wajib kau kerjakan? Apa bagusnya dia?
Magnet apa yang melekat pada dia? Mengapa dia mampu membuatmu bertekuk lutut di
hadapannya, serta mengucap sumpah setia? Padahal, bagiku membuatmu melihatku
saja sulit.
Ada hal yang lebih sulit
kulakukan. Yaitu, melupakan memori tentangmu. Mungkin, aku harus jatuh dulu
hingga membuatku amnesia. Tapi, jika melihatmu, mungkin perasaan itu muncul
lagi, dan aku menyukaimu lagi. Hingga aku mengetahui lagi jika kamu menyukainya,
dan aku sedih lagi. Ingin melupakanmu dan berharap amnesia kemudian begitu
seterusnya sampai bosan.
Belum pernah aku
merasakan sesak seperti ini. Berkumpul di tenggorokan. Menyakitkan. Karena ini
tak menjadi tangis. Sesak ini hanya membuatku sakit. Membuatku semakin
mengingatmu. Kamu yang tak pernah memikirkanku barang sedetik. Kamu yang
terlaku sibuk berdialog dengannya. Kamu yang membuatku jatuh. Jatuh hati
padamu. Rasa ini benar-benar memiliki ujung yang menyakitkan.
Tuhan, tolong hapus rasa cintaku.
Jika tak kau izinkan aku bersamanya, selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar