“Kau bisa basket?”
“Lumayan,”
“Baik! Kita adu di
lapangan, sekarang!”
“Hah? Sekarang?”
“Kenapa? Kau
takut?”
“Ah, tidak.
Kurasa, kau terlalu gila jika mengajakku bermain basket sekarang ini.”
“Ada masalah
dengan siang yang terik ini? Kau tak perlu risau jika tubuhmu menghitam. Aku
masih punya jaket untuk melindungi tubuhmu!” dan dalam satu kali gerakan, jaket
biru bergambar garuda di dada itu sudah berpindah tangan. “Ayo sekarang kita ke
lapangan!”
***
Aku masih
tercengang melihatnya yang dengan lihai memainkan bola basket di tangannya.
Mendribble sana-sini lalu dengan mulus melakukan tembakan 3 poin! Sudah
beberapa kali ia melakukan itu hampir tanpa salah. Mungkin, karena memang aku
enggan untuk merebut bola darinya, jadi bola basket itu terus-menerus menari di
tangannya.
Jujur, Aku masih tak percaya, bahwa itu dia. Aku belum percaya
bahwa jaket yang kukenakan ini adalah miliknya! Tuhan....
“Sudah berapa
menit kau berada di situ? Betah di bawah sinar matahari? Syukurlah kau tak
terbakar. Berarti kau bukan vampir!” bisiknya saat mendribble bola dan lewat
sampingku. Menurutnya itu becanda meskipun nada menyindir ada dalam bicaranya.
Aku tak
menanggapi. Jantungku berdegup cepat. Melihat seluruh siswa di sekolah sudah
menyemut di lapangan untuk melihat aksiku melawan pemain tim nasional sepak
bola di lapangan basket! Beberapa cowok tampak ingin membantuku, namun ditahan
bocah-bocah OSIS! Sialan! Desisku. Sementara beberapa cewek justru memberi
semangat untuk cowok berkaos hitam yang sekarang memasukkan bola ke ring dengan
mulus. Untuk yang kesekian kali.
“Bagaimana? Kau
masih tak mau menunjukkan kemampuanmu? Atau kau memang tak mampu?” dia kembali
berbisik. Kali ini, suaranya lebih lembut, walaupun tetap saja kalimatnya
adalah ejekan.
“Sekarang giliranmu!” tiba-tiba dia melempar bola basket ke arahku.
Bola itu memantul 2 kali sebelum aku berhasil menangkapnya.
Kini, bola basket
berada di tanganku. Aku mendribble pelan-pelan.
Terus terang, aku baru menyadari jika halaman sekolah sunyi senyap.
Menunggu tanganku akan mengarahkan ke mana bola basket ini. Cewek-cewek yang
tadinya histeris gila melihat aksi individu pemuda berkaos hitam itu, bungkam.
Cowok-cowok yang semula ingin membantuku, diam tak bergerak. Dan manusia yang
menantangku basket di lapangan ini, tengah menatapku dengan tatapan tajam.
Cenderung sinis.
Aku
memantul-mantul bola di halaman. Semuanya seolah terhipnotis oleh pantulan bola
di tanganku ini. Tak ada yang berbisik apalagi berbicara. Seluruh pandangan
mata, tertuju pada bola.
Aku berjalan sambil
tetap mendribble bola. Melewati pemuda itu yang melipat tangannya di dada.
Mendekati ring basket yang sudah berada 2 meter di depanku. Pelan aku berjalan
sambil mendribble bola. Semakin dekat, semakin dekat. Aku berjalan ke arah ring basket yang menurutku
menjuntai tinggi melebihi pohon kelapa.
Sekarang, aku sudah berada di jarak yang sangat dekat untuk
memasukkan bola ke dalam ring. Di atas kertas, tentunya dengan jarak sedekat
ini akan sangat mudah. Tapi, panasnya matahari dan balutan jaket ini, membuatku
sulit bergerak. Apalagi, tanganku sudah basah oleh keringat.
Kedua tanganku
menahan pantulan bola. Bola basket itu di tanganku. Siap untuk dilambungkan ke
atas, dan menunggu hasilnya, masuk atau tidak. Aku sempat menoleh pemuda itu yang sepertinya sama-sama menunggu pantulan bola basket ke ring. Aku memejamkan mata. Berusaha memperoleh kekuatan dari sana. Kuhembuskan nafas keras, lalu membuka mata.
1.....2......3.......
Syut.... aku
melempar pelan.
Beberapa detik
yang beku...
Jantungku berdetak sangat cepat.
Aku terkesiap. Menggigit bibir bawah kuat-kuat.
Dan......
Sorak sorai membahana memenuhi lapangan!
Bola
basketku.......
TIDAK MASUK!!!
To be continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar