Minggu, 05 Oktober 2014

Challenge



“Kau bisa basket?”
            “Lumayan,”
            “Baik! Kita adu di lapangan, sekarang!”
            “Hah? Sekarang?”
            “Kenapa? Kau takut?”
            “Ah, tidak. Kurasa, kau terlalu gila jika mengajakku bermain basket sekarang ini.”
            “Ada masalah dengan siang yang terik ini? Kau tak perlu risau jika tubuhmu menghitam. Aku masih punya jaket untuk melindungi tubuhmu!” dan dalam satu kali gerakan, jaket biru bergambar garuda di dada itu sudah berpindah tangan. “Ayo sekarang kita ke lapangan!”
            ***
            Aku masih tercengang melihatnya yang dengan lihai memainkan bola basket di tangannya. Mendribble sana-sini lalu dengan mulus melakukan tembakan 3 poin! Sudah beberapa kali ia melakukan itu hampir tanpa salah. Mungkin, karena memang aku enggan untuk merebut bola darinya, jadi bola basket itu terus-menerus menari di tangannya.
Jujur, Aku masih tak percaya, bahwa itu dia. Aku belum percaya bahwa jaket yang kukenakan ini adalah miliknya! Tuhan....
            “Sudah berapa menit kau berada di situ? Betah di bawah sinar matahari? Syukurlah kau tak terbakar. Berarti kau bukan vampir!” bisiknya saat mendribble bola dan lewat sampingku. Menurutnya itu becanda meskipun nada menyindir ada dalam bicaranya.
            Aku tak menanggapi. Jantungku berdegup cepat. Melihat seluruh siswa di sekolah sudah menyemut di lapangan untuk melihat aksiku melawan pemain tim nasional sepak bola di lapangan basket! Beberapa cowok tampak ingin membantuku, namun ditahan bocah-bocah OSIS! Sialan! Desisku. Sementara beberapa cewek justru memberi semangat untuk cowok berkaos hitam yang sekarang memasukkan bola ke ring dengan mulus. Untuk yang kesekian kali.
            “Bagaimana? Kau masih tak mau menunjukkan kemampuanmu? Atau kau memang tak mampu?” dia kembali berbisik. Kali ini, suaranya lebih lembut, walaupun tetap saja kalimatnya adalah ejekan.
“Sekarang giliranmu!” tiba-tiba dia melempar bola basket ke arahku. Bola itu memantul 2 kali sebelum aku berhasil menangkapnya.
            Kini, bola basket berada di tanganku. Aku mendribble pelan-pelan.
Terus terang, aku baru menyadari jika halaman sekolah sunyi senyap. Menunggu tanganku akan mengarahkan ke mana bola basket ini. Cewek-cewek yang tadinya histeris gila melihat aksi individu pemuda berkaos hitam itu, bungkam. Cowok-cowok yang semula ingin membantuku, diam tak bergerak. Dan manusia yang menantangku basket di lapangan ini, tengah menatapku dengan tatapan tajam. Cenderung sinis.
            Aku memantul-mantul bola di halaman. Semuanya seolah terhipnotis oleh pantulan bola di tanganku ini. Tak ada yang berbisik apalagi berbicara. Seluruh pandangan mata, tertuju pada bola.
            Aku berjalan sambil tetap mendribble bola. Melewati pemuda itu yang melipat tangannya di dada. Mendekati ring basket yang sudah berada 2 meter di depanku. Pelan aku berjalan sambil mendribble bola. Semakin dekat, semakin dekat.  Aku berjalan ke arah ring basket yang menurutku menjuntai tinggi melebihi pohon kelapa.
Sekarang, aku sudah berada di jarak yang sangat dekat untuk memasukkan bola ke dalam ring. Di atas kertas, tentunya dengan jarak sedekat ini akan sangat mudah. Tapi, panasnya matahari dan balutan jaket ini, membuatku sulit bergerak. Apalagi, tanganku sudah basah oleh keringat.
            Kedua tanganku menahan pantulan bola. Bola basket itu di tanganku. Siap untuk dilambungkan ke atas, dan menunggu hasilnya, masuk atau tidak. Aku sempat menoleh pemuda itu yang sepertinya sama-sama menunggu pantulan bola basket ke ring. Aku memejamkan mata. Berusaha memperoleh kekuatan dari sana. Kuhembuskan nafas keras, lalu membuka mata.
            1.....2......3.......
            Syut.... aku melempar pelan.
            Beberapa detik yang beku...
Jantungku berdetak sangat cepat.
Aku terkesiap. Menggigit bibir bawah kuat-kuat.
Dan......
Sorak sorai membahana memenuhi lapangan!
            Bola basketku....... 



           TIDAK MASUK!!!

To be continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini