Saputan gerimis
tipis, menemaniku di saat aku menulis ini. Tentang kamu—idola remaja di
se-antero tanah air. Putu Gede Juni Antara.
7 Juni.
Aku tak pernah
menganggap tanggal itu istimewa. Aku tak tahu ada yang mementingkan tanggal itu. Lebih tepatnya
tak peduli. Karena bagiku, Juni bukanlah bulan masehi yang menggembirakan jika
tak ada libur sekolah, yang bahkan berlipat-lipat tahun ini. Aku juga enggan
mencatat hal-hal apa yang menarik di bulan Juni, jika bukan sepupuku yang berulang tahun di
hari ke-16 bulan ini.
Juni......
Nama bulan itu,
terselip dalam nama panjangmu. Se-simple itu kamu buat aku penasaran apa
hubungannya kamu dengan bulan ke-6 masehi. Tak perlu kamu mengadakan kuis
berhadiah jutaan rupiah untuk mencari biodatamu—tempat tanggal lahirmu. Cukup
sesederhana itu.
Awalnya, aku
tak peduli pada penghuni bek. Sepanjang sejarah aku menyukai sepak bola, belum
pernah aku segila ini terhadap pemain bola bagian belakang. Untuk pertama
kalinya, aku jatuh cinta pada penyerang, lalu gelandang. Dan entah mengapa,
perhatianku menuju posisimu. Mungkin, ini hanya berlaku untuk timmu. Lucunya,
teman seperjuanganmu, yang sering bertukar tempat denganmu, juga mampu membuat
jemariku menulis lalu mem-posting-nya. Atau, inikah yang dinamakan eouforia?
Sekali lagi,
dulu aku tak peduli pada pemain bek. Tapi, ketika timmu berhasil menyita
perhatian seluruh masyarakat Indonesia, tak terkecuali diriku yang semenjak itu
mulai rajin mencari informasi tentang tim kebanggaan Indonesia ini. Dan kamu,
tak luput dari keisenganku mencari informasi. Yang mempertemukanku dengan akun
bernama: @GedePutuJA. Sebuah akun yang dulu pernah aktif nge-tweet, dan entah
mengapa sekarang akun itu jarang atau bahkan tak pernah ON.
Aku masih ingat
ketika aku berkata, “Wuih. Ganteng e. Lho, lak iki sing dadi bek kae yo? Oalah
iki to twitter e. Asli ra yo?” (termejahan: Wah, ganteng sekali. Lho, bukannya
ini yang jadi bek itu dulu ya? Oh, ini twitternya. Asli nggak ya?) aku juga
masih sangat ingat ketika akun itu mengucap terima kasih kepada orang-orang
yang memberi selamat atas kemenangan timnya—orang-orang yang telah beruntung
menemukan lebih awal akun itu. Sampai saat ini, aku masih bertanya: Apakah aku
termasuk orang-orang awal yang tahu akunmu, tapi tak jadi pengikut akunmu? Apakah
aku juga termasuk orang beruntung, pernah menyaksikan tweet terbarumu dulu, yang
sekarang jika itu sebuah makanan, sudah membusuk? Karena ya.... itu tadi. Aku
belum peduli pada pemain bek.
Aku sendiri tak
tahu pasti, tanggal berapa aku bisa sampai segila ini dengan tim kamu juga
kamu. Aku lupa bagaimana prosesnya bisa jatuh cinta pada wing bek kanan. Aku
hanya ingat saat kamu mempertahankan posisimu. Aku hanya ingat ketika dulu,
kamu lebih banyak berada di belakang. Aku hanya mengingat-ingat bahwa
akhir-akhir ini kamu membantu penyerangan. Aku bahkan tak ingat jika kamu
pernah menjebol gawang Myanmar. Karena, ya, aku belum peduli padamu.
Tapi, aku tak
tahu kenapa, di bulan Juni ini, seakan-akan aku terisap ke dalam sosokmu.
Mencari hampir seluruh fansclub dan fansbase-mu; mencari
informasi tentangmu; biodatamu; dan... semuanya. Tentang kamu. Kautahu?
Akhir-akhir ini, aku juga menulis tentang kamu dan aku yang terlibat kisah
cinta beda keyakinan. Cerita cinta roman yang sedang laku di pasaran
akhir-akhir ini. Ah, sudahlah. Aku takut menyinggung SARA. Iya, itu.
Malam kemarin,
aku sempat me-mention salah satu fansbasemu: @FCGedePutuJA. Dan kami terlibat
balas-membalas mention, yang menurutku panjang lebar, mengingat fans kamu tidak
hanya bocah SMP yang berani menulis tentang ini.
Fotomu yang
dijadikan avatar akun itu, membuat otakku salah mengartikan bahwa itu kamu. Aku
sendiri bingung membayangkan bagaimana ekspresiku jika kamu benar-benar
membalas mentionku. Dan memilih mengenyahkan daripada ketinggian berharap. Iya.
Sampai-sampai, tanganku menutup huruf F dan C agar seakan-akan kamu benar-benar
membalas mentionku. Haha. Inilah yang dinamakan gila berlebih.
Aku bukan
pemain sepak bola. Aku hanya penggemar sepak bola. Entah apapun nama klubnya,
siapapun pemainnya, dimanapun tempatnya, jika itu mampu menyita perhatian, aku
pasti ada. Tak terkecuali timmu yang seolah-olah datang dari negeri
antah-berantah, lalu dengan beraninya mengobrak-abrik ‘zona nyaman’
persepak-bolaan negeri ini. Menjungkirbalikkan semuanya yang berujung pada
fakta bahwa: sepak bola kita seolah lupa pada sejarah. Siapakah negara Asia
pertama yang mengikuti Piala Dunia? Hindia-Belanda. Indonesia!
Oh, iya. Putu
Gede Juni Antara. Namamu sudah berkibar. Semua orang sudah tahu siapa kamu.
Jadi, jika aku menulis tentang kamu, mungkin ini sudah klise. Mungkin, sudah
banyak yang menulis tentang pemuda bernama Putu Gede Juni Antara. Dengan data
yang lebih lengkap dan kata-kata yang lebih puitis. Tapi, ini, kamu, hebat,
Bli. Mampu membuat bocah berumur hampir 15 tahun ini, ingin menulis tentangmu.
Aku menulis
ini, agar kamu bisa membacanya. Agar kamu tahu ada yang menggemarimu. Bukan
karena wajahmu, tapi karena kesederhanaan yang terpancar dari senyummu. Bagiku,
Bli Putu adalah motivator. Bukan karena Bli Putu bisa bicara bla-bla-bla di
depan orang dengan berbagai macam saran pembenahan hidup, tapi karena Bli mampu
menyulut semangat orang-orang—salah satunya diriku, untuk berkarya. Apapun
bakat dan minat orang itu.
Aku menulis
ini, karena aku tahu. Dunia maya membuatku segala sesuatu yang jauh jadi terasa
lebih dekat. Salah satunya Bli Putu. Meskipun hanya semu.
Dariku,
Seluruh cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar