Badan tegap
yang selalu terbalut kaos dan jaket warna merah dan biru—entah kaos dan jaket apapun miliknya, selalu didominasi warna
merah dan biru. Terkadang ditambah selipan warna
hitam dan abu-abu. Itu pun, tak
selalu. Langkah kaki yang santai namun panjang-panjang membuat orang lain perlu
sedikit berlari untuk mengejarnya. Tubuhnya lumayan tinggi, kulitnya sawo
matang, hidungnya mancung, dan rambutnya
selalu dielus ke atas agar terlihat jabrik. Tapi, model rambutnya yang seperti
itu, tidak terlihat norak dan tak akan membuat jengah, apalagi sampai mati
bosan. Malah, membuat rindu, hingga setiap hari ingin bertemu.
Hobinya bermain
musik. Semua jenis alat musik perkusi, dia punya kemampuan yang cukup mumpuni untuk
memainkannya. Tangannya begitu lihai memainkan stik. Tak heran, dia selalu
menyelipkan sepasang stik di tas kuliahnya. Setiap dosen belum datang, bangku
kelas selalu jadi sasarannya untuk mengasah bakat. Bahkan, akhir-akhir ini, dia
sering dipanggil untuk melatih grup perkusi di beberapa sekolah ternama.
Dia termasuk
orang percaya diri. Jika jalan, tak pernah menunduk. Apalagi dengan langkah
kecil yang cepat-cepat seperti Bay..... ah, sudahlah. Oh iya, dia tak pernah
seperti itu. Sudah tertulis di atas, jika langkahnya santai namun lebar-lebar,
dan mukanya selalu terlihat—tak pernah ia sembunyikan. Dia jarang tersenyum lebar, namun dia adalah orang yang ramah dan peduli. Ya, peduli. Sangat
peduli.
Sorot matanya
menandakan, dia adalah cowok yang penyayang. Terutama dengan anak-anak.
Meskipun tak semua orang belum membuktikan secara langsung, tapi sorot mata dan
sikapnya pada semua orang, sudah cukup jadi bukti kebaikannya.
Jika bertemu
dengannya, jangan tanya kalau tangannya selalu bergerak seolah-olah menggebuk
drum. Jika sudah asyik begitu, kadang-kadang dia tersenyum meskipun sedikit.
Senyum yang sulit diartikan. Mungkin, menampakkan kepuasan tersendiri baginya
bisa membayangkan satu set drum berada di depannya. Tapi, senyum itu..... ah,
selalu membuat tak bisa tidur karena akan sibuk mengingatnya.
Orang itu,
namanya, pernah tersebut dalam salah satu tulisanku. Haha. Jauh-jauh sebelum
aku menemukan orang ini. Jauh-jauh sebelum aku bertemu orang ini. Karena sama
sekali tak terpikirkan olehku, orang yang namanya sama dengan salah satu tokoh
dalam tulisanku, akan memancarkan pesona seperti ini. Akan membuatku tertarik
seperti ini. Membuatku ingin selalu memandangnya jika sedang memainkan drum
khayalan miliknya.
Tanpa dia tahu,
ada orang yang diam-diam mengikutinya jika sedang melatih grup perkusi di salah
satu sekolah. Ada orang yang diam-diam menikmati senyumnya jika ada bocah yang
salah melakukan pukulan, lalu dia akan membetulkan sambil berbicara entah apa.
Ada orang yang diam-diam selalu memandangnya lekat, tapi selalu membuang muka
jika dia mengarahkan pandangannya pada orang itu. Ada orang yang diam-diam
selalu tersenyum jika sedang mengingat-ingat pertemuan yang tak pernah ada kata
sapa dan sampai jumpa. Bahkan, pertemuan itu, tak pernah termulai. Tentunya tak
pernah terakhiri. Karena....... memang belum pernah bertegur sapa. Belum saling
kenal.
Semua tentang
dia, hanya kuandalkan melalui ingatan. Senyumnya, rambut depan jabriknya,
jalannya, gebukan drumnya yang pernah kudengar secara langsung, dan yaa... semuanya
tentang dia! Dan tadi siang, jarak antara dia dan aku begitu dekat. Meskipun
aku belum punya keberanian untuk mengatakan “Hai, Mas,” padanya. Tapi
setidaknya, aku pernah berdiri di depannya, walau aku berpura-pura tak
mempedulikannya, dan aku merasakan dia sedang melihatku. Merasakan pandangan
seseorang yang selalu kuikuti secara diam-diam, membuatku gugup. Tapi..... ya,
itulah yang kutunggu. Ehm, mungkin saja, dia kebetulan sedang melihatku karena mungkin aku mirip anak didiknya yang tadi siang tidak
ikut latihan. Ya. Mungkin saja. Nyatanya, setelah itu dia memilih berdiri
di depan bocah pemegang snardrum, tak
lagi mempedulikan seseorang yang jantungnya berdegup 2 kali lebih cepat ketika
merasakan pandangannya.
Untuk pertama
kalinya—siang ini, aku mendengar suaranya. Dari jarak yang dekat. Suaranya
halus, tak sesuai dengan gebukan drumnya yang memekakkan telinga.
“Bukan Roll,
Dek.............”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar