Jumat, 08 Agustus 2014

Dia.......



Badan tegap yang selalu terbalut kaos dan jaket warna merah dan biru—entah kaos dan jaket apapun miliknya, selalu didominasi warna merah dan biru. Terkadang ditambah selipan warna hitam dan abu-abu. Itu pun, tak selalu. Langkah kaki yang santai namun panjang-panjang membuat orang lain perlu sedikit berlari untuk mengejarnya. Tubuhnya lumayan tinggi, kulitnya sawo matang, hidungnya mancung, dan rambutnya selalu dielus ke atas agar terlihat jabrik. Tapi, model rambutnya yang seperti itu, tidak terlihat norak dan tak akan membuat jengah, apalagi sampai mati bosan. Malah, membuat rindu, hingga setiap hari ingin bertemu.


Hobinya bermain musik. Semua jenis alat musik perkusi, dia punya kemampuan yang cukup mumpuni untuk memainkannya. Tangannya begitu lihai memainkan stik. Tak heran, dia selalu menyelipkan sepasang stik di tas kuliahnya. Setiap dosen belum datang, bangku kelas selalu jadi sasarannya untuk mengasah bakat. Bahkan, akhir-akhir ini, dia sering dipanggil untuk melatih grup perkusi di beberapa sekolah ternama.

Dia termasuk orang percaya diri. Jika jalan, tak pernah menunduk. Apalagi dengan langkah kecil yang cepat-cepat seperti Bay..... ah, sudahlah. Oh iya, dia tak pernah seperti itu. Sudah tertulis di atas, jika langkahnya santai namun lebar-lebar, dan mukanya selalu terlihat—tak pernah ia sembunyikan. Dia jarang tersenyum lebar, namun dia adalah orang yang ramah dan peduli. Ya, peduli. Sangat peduli.

Sorot matanya menandakan, dia adalah cowok yang penyayang. Terutama dengan anak-anak. Meskipun tak semua orang belum membuktikan secara langsung, tapi sorot mata dan sikapnya pada semua orang, sudah cukup jadi bukti kebaikannya.

Jika bertemu dengannya, jangan tanya kalau tangannya selalu bergerak seolah-olah menggebuk drum. Jika sudah asyik begitu, kadang-kadang dia tersenyum meskipun sedikit. Senyum yang sulit diartikan. Mungkin, menampakkan kepuasan tersendiri baginya bisa membayangkan satu set drum berada di depannya. Tapi, senyum itu..... ah, selalu membuat tak bisa tidur karena akan sibuk mengingatnya.

Orang itu, namanya, pernah tersebut dalam salah satu tulisanku. Haha. Jauh-jauh sebelum aku menemukan orang ini. Jauh-jauh sebelum aku bertemu orang ini. Karena sama sekali tak terpikirkan olehku, orang yang namanya sama dengan salah satu tokoh dalam tulisanku, akan memancarkan pesona seperti ini. Akan membuatku tertarik seperti ini. Membuatku ingin selalu memandangnya jika sedang memainkan drum khayalan miliknya.

Tanpa dia tahu, ada orang yang diam-diam mengikutinya jika sedang melatih grup perkusi di salah satu sekolah. Ada orang yang diam-diam menikmati senyumnya jika ada bocah yang salah melakukan pukulan, lalu dia akan membetulkan sambil berbicara entah apa. Ada orang yang diam-diam selalu memandangnya lekat, tapi selalu membuang muka jika dia mengarahkan pandangannya pada orang itu. Ada orang yang diam-diam selalu tersenyum jika sedang mengingat-ingat pertemuan yang tak pernah ada kata sapa dan sampai jumpa. Bahkan, pertemuan itu, tak pernah termulai. Tentunya tak pernah terakhiri. Karena....... memang belum pernah bertegur sapa. Belum saling kenal.

Semua tentang dia, hanya kuandalkan melalui ingatan. Senyumnya, rambut depan jabriknya, jalannya, gebukan drumnya yang pernah kudengar secara langsung, dan yaa... semuanya tentang dia! Dan tadi siang, jarak antara dia dan aku begitu dekat. Meskipun aku belum punya keberanian untuk mengatakan “Hai, Mas,” padanya. Tapi setidaknya, aku pernah berdiri di depannya, walau aku berpura-pura tak mempedulikannya, dan aku merasakan dia sedang melihatku. Merasakan pandangan seseorang yang selalu kuikuti secara diam-diam, membuatku gugup. Tapi..... ya, itulah yang kutunggu. Ehm, mungkin saja, dia kebetulan sedang melihatku karena mungkin aku mirip anak didiknya yang tadi siang tidak ikut latihan. Ya. Mungkin saja. Nyatanya, setelah itu dia memilih berdiri di depan bocah pemegang snardrum, tak lagi mempedulikan seseorang yang jantungnya berdegup 2 kali lebih cepat ketika merasakan pandangannya.

Untuk pertama kalinya—siang ini, aku mendengar suaranya. Dari jarak yang dekat. Suaranya halus, tak sesuai dengan gebukan drumnya yang memekakkan telinga.

“Bukan Roll, Dek.............”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini