Bukankah selama
ini baik-baik saja?
Duduk di sampingku. Menulis satu
meja denganku. Memandang papan tulis dari sudut yang sama. Tertiup angin sepoi
dari jendela yang sama. Terkadang tangan kita bersaling-silang karena mengambil
sesuatu yang letaknya di sebelahku atau sebelahmu. Sering sekali kamu meminjam
entah bolpoin, entah pensil, hanya untuk berpura-pura mencatat penjelasan guru.
Lebih sering lagi aku yang mengamatimu diam-diam ketika kamu meletakkan kepala
di meja sambil mencoret-coret tidak jelas di buku catatanmu. Dan ketika bel
istirahat berdering, sontak kepalamu terangkat, tubuhmu langsung tegak. Matamu
berbinar-binar.
“Bu, sudah bel!” teriakmu mengingatkan.
Biasanya penjelasan guru terhenti sejenak. Sang guru menajamkan pendengaran.
Kemudian teman-teman lain mengikuti, “Iya Bu. Bel sekolah kita,” serempak,
mirip paduan suara. Guru itu mengangguk-angguk lalu menutup penjelasannya.
Meninggalkan kelas yang seperempat detik kemudian, kamu juga meninggalkan
kelas. Melesat menuju kantin. Tak lupa menyobek kertas yang berisi coretan
tidak jelasmu. Kamu remas, dan kamu buang.
Bel tanda usai istirahat berdering.
Kamu masuk kelas dengan keringat bercucuran. Sambil tersenyum-senyum tanda
bahagia. Dan biasanya itu hanya karena dua alasan: kamu ditraktir semangkok sambal tambah soto (kamu lebih suka
sambalnya daripada sotonya, aku tahu), atau habis main bola di halaman. Atau mungkin ada
alasan baru lagi: (mantan) gebetanmu melintas di depanmu tanpa sengaja.
Tapi aku tak pernah bertanya.
Memilih (berpura-pura) tak peduli. Karena aku pikir, selama ini kita memang
baik-baik saja, dan aku selalu berharap semoga tetap baik-baik saja.
Berbagi meja. Berbagi angin dari
jendela. Sesuatu yang amat menyenangkan. Bersama makhluk paling cuek yang belum
pernah kutemui sebelumnya. Yang sering menyerobot ponsel karena ingin browsing
serial kartun favorit. Yang punya senyum dan tawa paling manis, tapi karena
jarang tersenyum, berarti juga jarang terlihat manis. Paling rajin mengingatkan
bel istirahat kepada pengajar. Paling suka menggambar di buku catatan, lalu
menyobeknya. Dan hampir setiap hari malas mengeluarkan alat tulis dari tas.
Memilih pinjam dariku, padahal hanya untuk menyalin tugas teman.
Aku sudah terbiasa dengan sikap tak
pedulimu dan egoismu. Aku mencintaimu dalam watak seperti itu. Jadi,
wajar jika aku merasa aneh denganmu yang diam sepanjang pelajaran. Dan masih
tetap di tempat walaupun bel istirahat telah berseru lantang.
“Nggak ke kantin?” tanyaku sambil
membereskan alat tulis dan buku di meja.
“Jel,” tak menjawab, justru kamu
memanggil namaku. Aku menghentikan gerakanku. Menatapmu yang menyandarkan
punggung ke dinding dan memandang kosong lantai kelas.
Kamu terdiam, membuat hening lebih
terasa karena bel istirahat barusan hanya menyisakan kita. Aku masih menunggu
kalimatmu selanjutnya, sementara mulutmu masih tertutup rapat. Tatapan kosongmu
berubah tajam pelan-pelan, tapi itu masih mengarah pada lantai kelas. Aku
mengernyit heran dan memutuskan bertanya karena kamu tak kunjung melanjutkan
pembicaraan.
“Apa?”
tanyaku.
Kamu
mengalihkan pandangan dari lantai kelas, jadi sempurna memandangku. Menatapku
sedikit lama, sebelum akhirnya, kamu bertanya, jauh di luar dugaanku.
“Kamu
menyukaiku?” tanyamu dengan wajah tanpa ekspresi. Datar seperti biasa, padahal
untuk ukuran pertanyaan seperti ini. Terkejut, adalah yang pertama kurasakan.
Tak percaya, adalah perasaan kedua. Dan yang ketiga, yang menguasaiku, adalah
gugup. Bagaimana kamu tahu?
Tapi
tak sepatah kata pun keluar dari mulutku. Kamu justru buru-buru melanjutkan, “Sebaiknya
jangan,” dingin kamu berkata. Kemudian kamu bangkit dari duduk tanpa mampu
kucegah. Meletakkan tas di salah satu meja yang sedikit jauh dari tempat duduk
kita, lalu keluar kelas. Bisa kupastikan, setelah bel usai istirahat nanti,
rekan semejaku sudah ganti. Bukan lagi kamu, pemuda yang (diam-diam) buatku
jatuh hati. Yang meskipun tak peduli, kamu tahu perasaan ini. Ternyata, orang
yang tak peduli, bukan berarti tak punya hati.
Dan
ternyata pula, baik-baik saja di antara kita, hanyalah ilusi dalam pikiranku
sendiri.
........ dan sebaiknya, kamu tetap tak peduli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar