Jumat, 27 November 2015

Di Ujung Persimpangan



            Hai, Tuan, bagaimana kabarmu? Aku harap kamu baik-baik saja. Tersenyum ramah seperti biasa, seolah tak pernah terjadi apa-apa terhadapmu sebelumnya. Ah, ya, tentu saja kamu dapat bertingkah tak terjadi apa-apa. Karena guncangan paling hebat terjadi padaku, bukan kamu. Kamu tentu tak menangis berhari-hari dan menyesal berbulan-bulan perihal kisah kita. Aku tahu, bukan maksudmu untuk tidak peduli. Aku juga tahu, bukan karena kamu dapat dengan mudah berpindah ke lain hati.
             
Ah, maafkan. Baru pembukaan dari tulisan ini, aku seolah menyudutkanmu. Bukan, bukan. Bukan tentang kamu yang sukses move on. Bukan pula tentang kemalanganku yang gagal move on.
             
Asal kamu tahu, ternyata banyak yang menanyakan kelanjutan kisah kita. Sungguh, aku tak menyangka ternyata ada yang mengikuti perjalanan kita. Yah, jika bisa disebut perjalanan, berarti jalan yang kita lalui bercabang, atau memang buntu, dan susah seharusnya kita berhenti, kembali, atau meneruskan perjalanan. Sayangnya, kita punya dua pendapat berbeda. Memang sama-sama ingin berjalan, tapi kamu ingin melangkah ke kiri, sedangkan aku memilih ke kanan. Kita sama-sama keras kepala, menguatkan ego.

Sampai kita memutuskan meletakkan hubungan kita di persimpangan jalan, lalu berjalan menuju jalan yang aku dan kamu ingini. Aku ke kanan, dan kamu ke kiri. Dan entah kamu tahu apa tidak, di tengah perjalanan, aku menyesal mengapa tak meredam keinginanku. Karena melalui hari yang biasanya ada yang mendampingi, tapi sekarang harus sendiri, adalah sesuatu hal yang baru sekarang aku sadari, terasa pincang dan sepi. Biasanya jika aku merasa lelah, ada kamu yang memberi sandaran saat aku beristirahat. Dan aku harap kamu masih ingat ketika kamu putus asa, ada aku yang memberi semangat. Bukankah waktu itu kita saling melengkapi? Tapi mengapa semudah itu kita memutuskan untuk sendiri-sendiri?

Gambar diambil via jojomarkojo.files.wordpress.com
  
Baiklah, baiklah. Hal itu sudah lalu. Maafkan, aku menulis ini karena masih ada sisa-sisa penyesalan dalam diri. Masih ada sedih yang menggayuti, walaupun perlahan dan pasti, sedih itu akan terusir pergi.
             
Aku tak menduga sebelumnya, jika banyak yang menanyakan kabarmu. Menanyakan kelanjutan kisah kita, yang seolah berhenti begitu saja di sosial media. Dan aku baru sadar, kisah-kisah bahagia kita terekspos di sana. Sedangkan, ratapan-ratapanku selama ini hanya menggunung di laptop. Mungkin hanya aku ambil satu kisah dua kisah untuk mempercantik tulisan fiksi yang akan aku unggah.
             
Jujur, aku sekarang merindukan kamu. Bagaimana keadaan kamu di sana? Di sini, aku telah menemukan banyak kawan baru. Teman-teman terbaik, dan sahabat yang menemaniku menjalani hari setelah jatuh dan terpuruk. Mereka membuatku tak ingin sekadar bangkit, tapi mereka mampu mendorongku untuk melangkah, berjalan, bahkan berlari. Di sini, ternyata aku bisa bahagia, meskipun tanpa kamu. Persis sama dengan yang kamu katakan padaku kala itu.
             
“Sebelum bertemu denganku, bukankah kamu bisa bahagia? Jadi, sekarang, meskipun tanpaku, aku yakin, kamu juga bisa bahagia, Jel. Percayalah,”
             
Ya, aku percaya, karena selama ini,  kamu adalah pemuda yang dapat dipercaya. Sayangnya, waktu itu, aku menangis sesenggukan, dan kamu bingung caranya menenangkan. Aku pikir, yang kamu katakan hanyalah sebagai hiburan, agar tangisku tak semakin hebat. Yah, meskipun faktanya, setelah kamu mengatakan itu, air mataku makin deras. Kamu benar-benar ingin berpisah. Sedangkan  aku sangat ingin bertahan, dan sedikit memaksakan kehendak agar kamu menuruti keinginanku.
            
 Dan tulisan ini, khusus aku persembahkan kepada penanya-penanya yang tampak penasaran dengan kelanjutan kisahku bersamamu. Aku harap, kamu tidak marah saat membaca tulisan ini. Ya? Aku mohon. Memang, ujung kisah kita tidak terlalu menyenangkan. Karena itu, baru malam ini aku mengunggahnya, saat keadaanku sudah bisa disebut 'baik-baik saja'.
             
Dan hingga sejauh ini, tak ada yang lebih menyenangkan, selain bertanya kepada langit petang Jogja, apakah masih menyimpan kisah pertemuan antara dua manusia yang akhirnya jatuh cinta?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini