Bagaimana 2015?
Jika dibanding 2014, tahun ini
adalah tahun yang biasa. Tentu saja, karena 2014 menyimpan nama Bayu Gatra.
Satu-satunya idola yang dapat kujumpai, dan itu secara kebetulan.
Namun, jika dipikir ulang, tahun
2015, adalah tahun yang luar biasa. Sebenarnya, tak luput dari patah hati.
Pahitnya merelakan dan melepaskan satu nama, yang terukir dengan baik di tahun
sebelumnya. Bukan, nama ini bukan Bayu Gatra. Tapi, seseorang, yang demi
keamanan privasinya, dan statusku si Pejatuh Cinta Diam-diam, nama orang itu
tak akan kusebut di sini.
Bagaimana kabarmu, Tuanku? Aku
harap, kamu lebih baik dari tahun kemarin, dan lebih baik lagi di tahun depan.
Umur makin bertambah, semoga kedewasaan juga. Makin ganteng juga boleh.
Aku tahu, kamu sudah tahu tentang
perasaan ini. Jadi, aku mengucap terima kasih yang sebesar-besarnya, karena
sejauh ini, kamu tetap menunjukkan rasa simpati dan empati, layaknya seorang
kakak kepada adik. Bukan seorang idola kepada penggemar. Menganggap seluruh
manusia sebagai teman, adalah baikmu. Dan baikmu kepadaku, adalah nilai
tambahmu di mataku.
Sayangnya, seluruh kebaikan itu,
harus kuanggap sebagai benar-benar teman. Dan itu sulitnya luar biasa. Kamu
yang terlalu baik, dan aku yang terlalu mudah terbawa perasaan. Sempat
menganggap kamu juga jatuh cinta, namun faktanya, itu hanyalah ilusi. Kamu
tetap kamu yang mendaulatku tak lebih dari seorang adik. Kebaikanmu ini, belum
terhitung pada pertemuan tak disengaja. Kamu yang menyapaku tiba-tiba,
menyalamiku. Menanyakan kabar, tak ketinggalan menagih tulisan-tulisanku,
meledekku si kutu buku atau terkadang menyebutku penulis.
Syukurlah, di penghujung tahun ini,
aku sudah dapat menanggapi bejekanmu tanpa beban. Aku sudah melepasmu. Ikhlas.
Di luar sakitnya merelakan, di
pertengahan tahun ini, aku berganti putih abu-abu. Yang akan membuat
kisah-kisah baru, bersama teman-teman baru, dan suasana baru. Teman-teman yang
sedikit menjengkelkan, tapi lebih banyak membuat rindu pekat. Kekompakan,
ketidakjelasan, pengertian, kesalahpahaman, semangat, kebahagiaan, keluarga
kedua. Aku beruntung dipertemukan dengan mereka oleh Tuhan. Teman-teman mengais
ilmu tiga tahun ke depan. Yang sering merencanakan liburan kemana dan kemana,
tapi baru satu kali rencana itu dapat terlaksana.
Sahabat-sahabat baik yang sempat
menemani di kota orang. Luntang-lantung di pinggir jalan, bingung menghabiskan
jajan serta menghemat uang. Merencanakan penjelajahan kota sebelum pulang ke
kampung halaman. Ngomong-ngomong, kapan lagi kita jalan-jalan di kota orang?
Masih banyak kota tetangga yang sepertinya lebih menyenangkan untuk disambangi.
Ah, bersama sahabat-sahabat baik, kemanapun, pasti akan terasa membahagiakan.
Begini, aku tak pernah menganggap
tanggal 31 Desember yang beralih 1 Januari adalah hal yang istimewa. Selama 16
kali aku melewati peralihan tanggal itu, dapat dihitung jari aku merayakannnya
dengan kembang api. Aku lebih menikmati pergantian tahun dengan nonton film
yang biasanya mencapai jam 12 tepat, sampai sahut-sahutan mercon terdengar.
Yang menurutku istimewa, hanyalah
loncatan tahun. Dan yang paling tepat menyatakan keistimewaan itu adalah:
syukur.
Selamat tahun baru!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar