Selamat siang manusia yang sekarang
sedang berada di negeri orang. Setidaknya siang ini waktu Indonesia bagian
barat. Apakah di sana sudah malam? Apakah kau sedang beristirahat sekarang?
Bagaimana keadaanmu sekarang? Sudah baikankah? Tenagamu sudah pulih kembali
kah?
Oh, iya. Aku punya cerita, Mas buat
kamu. Hari Jum’at lalu, maaf aku tak melihat pertandinganmu. Karena apa? Yap!
Channelnya diacak. Aku sudah ke rumah saudaraku yang berlangganan TV kabel.
Tapi tetap saja, aku tak bisa melihatmu menggiring bola; nonton kamu yang
katanya bermain dengan apik meskipun berakhir dengan kekalahan; apalagi
mendapati wajahmu di layar kaca. Ah, entahlah. Rasanya ‘nyesss’ banget.
Perlu kautahu, Mas. Jika 1 bulan
yang lalu aku tak bertemu denganmu, aku tak akan segila ini. Aku tak akan
senekat ini. Jam 11 malam keluar rumah demi melihat kamu. Tapi hasilnya? Nihil.
Aku hanya tahu pertandingan malam itu, timmu—tim kebanggaanku menelan
kekalahan. Itupun melalui sosial media.
Hari Kamis kemarin, aku bertandang
ke Jogja. Aku kembali menengok tempat pertemuan kita. Dia masih sama, Mas. Tak
berubah apalagi berpindah tempat. Bedanya Cuma satu. Tak ada kamu. Tak ada yang
membuatku terkejut. Tak ada yang menahanku untuk pergi dari situ. Tak ada yang
memaku pandangan mataku di tempat itu. Karena tak ada manusia berseragam biru.
Karena tak ada kamu.
Mas, izinkan aku menulis tentangmu
lagi. Aku ingin mengenang pertemuan kita dulu. Pertemuan tak disengaja yang
berujung pada candu ingin bertemu denganmu. Maaf, jika ada gadis yang
sebelumnya tak menghiraukanmu, sekarang jadi tergila-gila padamu. Maaf, jika
ada gadis yang mendengar namamu sambil lalu, sekarang malah ingin setiap orang
menyebut namamu. Maaf, jika ada gadis yang tadi pagi langsung melek ketika ada
orang yang menggaungkan namamu.
Aku menulis ini, tidak sekedar untuk
mengisi blog, tidak sekedar iseng, tidak sekedar meningkatkan jumlah viewer,
tidak sekedar unjuk bakat tulisku. Tidak. Aku menulis tentang kamu, tentang
kita, untuk memuaskan hasratku yang rindu kamu. Aku rindu 23 Juni 2014 di
Jogja. Mungkin, bagimu itu biasa. Terlalu klise untuk dijadikan cerita. Tapi,
bagiku tidak, Mas. Bagiku itu sangat luar biasa. Bagiku itu sesuatu yang tak
bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sesuatu yang seharusnya kubicarakan dengan
Tuhan.
Sekedar kamu tahu ya, Mas, aku
pernah bilang ini, “Mas Bayu belum bisa buatku nulis,”. Itu, kukatakan setelah
aku bertolak dari UNY. Iya. Masih di persimpangan jalan raya depan lapangan
UNY. Tapi nyatanya? Sudah satu bulan ini, banyak sekali tulisanku tentangmu.
Ini dia! Sebagian kecil tulisanku
yang meminjam namamu, yang belum kupublikasikan.
Alhamdulillah, tadi malam, aku menemukan cara
untuk melihatmu. Setelah sebelumnya aku mencoba livestream tapi tak bisa,
syukurlah, Tuhan memberiku petunjuk. Tuhan mengizinkanku untuk kembali
melihatmu. Dan secara kebetulan sekali, atau memang itulah hebatnya kamu, tadi
malam kamu main baik sekali. Berpindah dari kanan ke kiri, kiri ke kanan, dari
depan ke belakang, ke tengah, hingga di menit ke 87 kamu diganti.
Asal kamu tahu,
Mas, tadi malam aku hampir menangis ketika melihat ada orang berkostum
merah—seragam Timnas, bernomor punggung 23. Aku masih tak menyangka jika 1
bulan yang lalu aku bertemu orang itu. Rasanya terlalu tidak mungkin, jika
orang yang kutonton tadi malam itu kamu yang berfoto denganku 1 bulan yang
lalu. Aku masih tak percaya. Ya Tuhan, itukah Mas Bayu? Bayu Gatra Sanggiawan.
Ada lagi bukti,
bahwa selama 1 bulan ini aku sering meminjam namamu. Buka saja di facebook-ku.
Atau mungkin twitterku. Banyak sekali tentang kamu.
Happy 1st month, Mas :)) Bulan pertama setelah aku
bertemu denganmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar