Kamis, 22 Agustus 2019

Paling Aku Favoritkan


Aku suka hari ketika kakiku memasuki gedung olahraga kota. Kamu boleh lupa atau bahkan tidak peduli, bahwa bagiku, tempat itu menjadi salah satu tempat yang menyimpan banyak kenangan tentang aku dan kamu.

Aku suka ketika aku mencari tempat kosong sekaligus spot terbaik untuk memotret kamu yang sedang bertanding di lapangan. Aku tidak pernah berbaur dengan pendukung kedua tim, karena aku tidak mau telingaku jadi pengang hanya karena tabuhan genderang macam mau perang. Aku juga tidak perlu mengeluarkan jurus basa-basi seandainya bertemu dengan pendukung tim kamu yang rata-rata memang temanku atau temanmu.

            Aku hanya ingin bisa melihat kamu dengan leluasa. Bahkan aku tidak mau ada satupun di kepalaku yang bertanya perihal status hubungan kita itu apa.

            Aku murni suka saat kamu bertanding dengan mengoptimalkan kemampuan yang kamu punya. Aku suka ketika pada akhirnya tim kamu menang. Aku suka saat kamu berusaha mencariku, lalu melambaikan tangan jika sudah menemukan aku di deretan tribun penonton.

            Tapi aku tidak suka ketika pertandingan berakhir, dan bukan aku yang menghampiri kamu di lapangan. Aku tidak suka ketika ada perempuan lain—entah mantan kamu, mantan gebetan kamu, teman kecil kamu, pemuja kamu, atau siapapun itu yang aku tidak kenal, tiba-tiba berdiri di samping kamu, sok akrab, lalu minta foto.

            Aku tidak suka karena aku cuma bisa duduk tolol di tribun, menyaksikan kamu dikelilingi oleh manusia-manusia yang mengidolakan kamu. Aku tidak suka, walaupun aku tidak tahu apakah kamu tidak suka dengan sikapku satu ini.

            Eh, hei.

            Aku suka ketika kamu akhirnya tetap berjalan menujuku. Aku suka saat kamu tersenyum lebar ke arahku, memberiku isyarat “Tunggu di situ dulu,” dengan tanganmu. Aku suka setelah kamu benar-benar ada di depanku, dan kita hanya terpisah pagar pembatas.

            “Fotoin,” katamu sambil menunjuk kamera yang tergantung di leherku.

Tadinya aku berpikir kalau kamu menyuruhku memotretmu bersama orang lain. Tapi, bukan. Kamu ingin foto sendiri, karena kamu bilang aku tidak mungkin melompati pagar tribun hanya untuk ke tempatmu berdiri.

“Yang bagus,” tambahmu waktu itu.

Foto ini diambil dari situs kapanlagi
 Kemudian hari ini, aku tidak sengaja membuka file foto-foto lama, menemukan momen itu di sana. Ada kamu, tersenyum tanpa dosa ke kamera, membuatku teringat apa yang sedang aku pikirkan saat itu. “Tuhan, kalau memang dia orangnya, dekatkan,”

Lalu kenyataannya? Mau tanya kabar saja sekarang sudah sangat canggung.

Ternyata dari dulu hingga kini, orangnya bukan kamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini