Selasa, 11 Desember 2018

Sekadar Mengingatkan


Tidak ada yang menyenangkan dari memiliki kekasih yang jadi kakak tingkat. Apalagi ketika dia menjadi panitia ospek, dan tidak semua manusia tahu hubungan itu.
            Atau mungkin justru yang lebih berat adalah ketika dia berakting sama sekali tidak ada apa-apa. Seolah-olah kamu hanya mahasiswa baru sedangkan dia adalah senior yang harus kamu segani. Dia memang lewat di sampingmu hampir setiap saat ketika berbaris. Namun sejauh ini, bahkan mungkin sampai acara ini selesai, dia tidak pernah menyapamu atau menyebut namamu. Dia memang selalu melihatmu—bertemu pandang denganmu, tapi hanya sebatas itu. Dia tidak beranjak dari “kedudukan” dia, sekadar bertanya apakah kamu baik-baik saja setelah dipanggang lama-lama di bawah sinar matahari dalam posisi berdiri seperti tentara yang akan berperang.
            Everything’s gonna be okay,” ucapnya berkali-kali. Tapi kamu sadar betul bahwa yang kamu permasalahkan bukan soal kegiatan ospek. Namun tentang bagaimana dia bisa menahan keinginan untuk bersikap tidak saling tahu selama pengenalan kehidupan kampus.
            Kabar baiknya, kamu sekarang jadi benar-benar tahu dunia yang kemarin-kemarin hanya kamu tahu lewat ceritanya. Kamu jadi tahu kenapa dia begitu gigih ingin berada di sini, “meracunimu” agar memiliki mimpi yang sama. Dan berhasil. Nyatanya kamu ada di sini, detik ini, mengamati sosoknya yang semenjak tadi mondar-mandir di depan barisan, mengevaluasi para mahasiswa baru yang melanggar peraturan.
            Kamu sendiri hampir semaput di lapangan—gerah menunggu kapan selesainya evaluasi hari ini.
            Are you okay?” sebuah suara tahu-tahu seperti digaungkan tepat di belakang kepala. Kamu menoleh cepat, setengah melotot karena tidak biasanya dia berdiri sedekat ini denganmu selama ospek berlangsung. “Kamu pucat,” katanya setelah menatapmu sesaat, khawatir. Dia ingin kamu istirahat di bagian P3K, setidaknya memberimu kesempatan untuk meneguk air minum karena sepertinya kondisimu payah akibat  dehidrasi.
            “Masih kuat, Kak,” jawabmu sambil mengetatkan rahang. Tidak ada yang bisa baik-baik saja ketika berpura-pura tidak ada apa-apa di depan satu-satunya manusia yang kamu kasihi.
            Iya, aku paham.
            “Boleh istirahat kok,” dia bersikeras. Kamu senyum tipis, menggeleng. “PKKMB penting, tapi kesehatan kamu lebih penting,” dia berkata sambil menatap lurus kedua matamu. Dan bisa kutebak, kamu luluh begitu saja, langsung keluar dari barisan. Dituntun oleh dia, menuju tempat P3K, kemudian dia pergi setelah memastikan kamu sudah mendapat air minum dan beristirahat di tempat teduh.
            Dan kamu masih berani bilang bahwa memiliki kekasih yang jadi kakak tingkat—bahkan panitia ospek itu tidak menyenangkan?
            Pantas saja, sekarang dia sedang menuju kemari—menemuiku, mengeluhkan sikap kekanak-kanakanmu.
            Hati-hati saja, kalau pada akhirnya kamu menyesal, karena kekasihmu kini sudah datang, melambai ke arahku dan tersenyum dengan senyum mautnya yang dapat membuat kaum hawa manapun mau melakukan apa saja demi menjadi alasan atas senyum itu.
            Aku hanya mengingatkan.
            Selebihnya terserah kamu.

Photo by Banter Snaps on Unsplash


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini