Jumat, 23 September 2016

Tidak Perlu Diberi Judul



Hai.
            
 Eh, hai. Tumben sekali menyapa. Sudah tidak sibuk?
             
Yah begitulah.
             
Bukannya kamu mau ikut event sebentar lagi?
             
Hm, begitulah.
             
Oh, baiklah. Coba aku tebak. Kamu pasti sedang patah hati sore ini. Ya, kan?
            
 Aku pikir kamu sudah tahu sebelumnya.
            
 Astaga! Kamu seharusnya memujiku karena sudah mengerti tentang kamu. Aku tahu kamu sibuk, sampai-sampai tidak sempat mengurus blogmu. Sibuk kegiatan sekolah, sibuk tugas, ulangan harian, belum-belum jaringan internet yang kamu hemat sedemikian rupa, hingga membuatmu tak dapat menengok blog tiap saat.
             
Terima kasih sudah mengerti.
             
Sungguh, aku ingin bilang astaga yang kedua kalinya. Coba, coba sebentar. Siapa yang membuatmu patah hati kali ini?
             
Boleh aku menulis kalau aku sedang menghela napas berat?
             
Silakan. Sesuka hatimu.
            
 .......
             
Astaga, jawablah Rez. Siapa tahu aku bisa membantumu.
             
Dia... adalah orang yang aku pikir sanggup membuatku jatuh cinta berkali-kali.
             
Dan ternyata... dia adalah orang yang lebih sanggup membuatmu patah hati, berkali-kali... lipat?
             
Aku harap kamu ada, dan aku bisa meninjumu sekarang.
            
 Hahahaha. Lalu bagaimana? Kamu ingin mengunggah tulisan ini di blog pribadimu? Sebagai salam pembuka, setelah vakum beberapa minggu? Yakin? Sekali muncul, langsung patah hati? Atau, baru muncul saat patah hati? Menyedihkan sekali.
            
 Setidaknya aku masih berdo’a, semoga dia adalah mogadorian, sehingga aku akan mudah untuk berhenti menyukainya.
           
 Alamak! Apalagi mogadorian?
             
Hahahaha. Bukankah kamu sudah mengerti tentangku?
             
Aku harap bisa meninjumu sekarang juga.
             
Hm, hujan. Kotaku gelap, dan itu bagus. Semesta mengizinkanku berpatah hati sore ini.
           
 Hei, kotamu itu, kotaku juga.
             
Oh iya, lupa.
            
 Apalagi yang harus kamu lupakan, selain patah hati? Astaga, soal perasaan, jangan dilupakan, ah. Berdamai saja. Kalau kamu ingin lupa rasanya jatuh cinta atau patah hati, yakinlah, kelupaanmu tidak akan mengurangi rasa sakit itu, seandainya suatu hari nanti kamu mengalami lagi. Tapi, jika saat ini kamu memilih berdamai dengan perasaan itu, dan  dengan kamu yang tidak akan melupakan perasaan itu, kamu yang akan jatuh cinta kembali, setidaknya bisa lebih berhati-hati, supaya tidak mengalami patah hati, untuk kesekian kali.
            
 Hm, oke.
             
Rez, terima kasih karena sudah mengerti bahwa aku memang teman baikmu yang tidak perlu dipuji hanya karena sudah memberi kata-kata motivasi untukmu.
             
Oke, baiklah.
             
Kamu masih punya banyak cerita saat dirimu sedang vakum untuk diunggah, Rez.
             
Ya.
             
Ada cerita tentang ulang tahun ketujuh belasmu. Ada juga tentang teman-temanmu. Tentang kesibukanmu akhir-akhir ini. Masih banyak\, Rez. Kenapa harus memilih yang patah hati?
             
Masih ada cerita waktu cari KTP.
             
Arez! Aku serius. Jangan berkepala batu begitu!
             
Untuk apa aku menyimpan tulisan ini? Aku unggah di mana-mana pun, dia tidak akan tahu. Aku sama sekali tidak menyebut namanya di sini. Aku juga tidak menyebutkan ciri-cirinya, seperti yang dulu pernah fatal aku lakukan. Dia tahu juga tidak masalah, sebenarnya. Toh dia tidak mengenalku.
             
Oh, itu! Jadi, itu! Lagi-lagi itu. Astaga, ingin aku mencubit pipimu karena gemas!
             
Sudah lima kali kamu menulis kata ‘astaga’ di sini.
             
Dan aku ingin menuliskannya keenam kali. Eh, hei, kamu yakin tidak menyadari kesalahanmu?
             
Apa?
           
 Aku ingin menulis kata ‘ambyar’ di sini.
            
 Tulis saja.
            
 Oke.
             
Hei, kau mau menulis apa?
             
Yakin, kamu ingin tahu?
             
Jika itu berhubungan denganku?
            
 Ini tentang kesalahanmu.
             
Apa yang salah?
             
Kamu membiarkan dirimu mencintai orang yang tidak mengenalmu. Padahal, yang namanya cinta seharusnya kedua belah pihak. Cinta adalah bahagia dua orang, sehingga banyak sekali dua-orang yang berjuang bersama-sama. Cinta adalah komunikasi. Kalau selama ini tidak ada komunikasi, ya tidak ada cinta.
           
 .......
             
Cinta pada pandangan pertama itu tidak ada. Tapi, kalau setelah berpandangan, kemudian menyapa, saling mengenal, lalu jatuh cinta, itu memang banyak.
            
 Sejak kapan kau jadi bijak begini?
            
 Sejak hujan mengguyur kota.
           
 Oh, oke.
            
 Tidak ada hiburan sore ini?
             
Sepertinya bulutangkis. Futsal masih esok sore. Sepak bola, entah kapan. Yang jelas sore ini tidak ada.
            
 Okelah. Mungkin lebih baik kamu tidur dulu. Mendengarkan lagu-lagu. Lumayan, sore-sore hujan. Dan, jangan pegang ponsel dengan jaringan aktif, yang memungkinkanmu mendengar kabar itu lagi. Kalau memang harus mendengarkan lagu dengan ponsel, non-aktifkan saja.
           
 Memangnya kamu tahu, kalau patah hatiku gara-gara apa?
             
Pesan di ponselmu, kan?
             
Hahahaha. Seharusnya kamu tidak perlu pura-pura tidak tahu.
            
 Hahahaha. Biar lebih dramatis.
             
Oke.
             
Tidurlah. Jangan biarkan dia tanpa sengaja menyakitimu.
             
Aku saja yang akan dengan sengaja menyakitinya. Hahahahaha.
            
 Sepertinya itu ide bagus.
            
 Aku tidur dulu.
             
Oke, mimpi indah.
             
Mimpiin Komang Adi saja.
             
Semoga dia dapat menghiburmu.
            
 Semoga aku dapat bertemu dengannya.
             
Amin.
             
Ya robbal ‘alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini