Jumat, 12 Agustus 2016

Ritual Minggu Pagi



Mungkin esok, atau lusa, kamu akan mengerti, mengapa aku jatuh cinta padamu berkali-kali. Kamu tidak pernah menyadari betapa kamu adalah pemuda yang istimewa. Pembuat banyak tawa, pencipta rindu yang hebat. Kamu tidak tahu bahwa pernah pada suatu masa, aku menyebut namamu di balik setiap alasanku memilih atau memutuskan sesuatu. Aku sempat menjadikan kota yang sering kamu ceritakan berkali-kali itu, sebagai kota tujuanku nanti. Karena hanya melalui ceritamu, aku sudah jatuh hati dengan kota itu, lantas merasa bahwa kota itu memang tepat untukku.

Butuh waktu lama untuk menemukan alasan lain, bahwa kota itu bukan sekadar kota yang aku suka hanya karena ceritamu. Aku perlu berada di sana beberapa waktu, untuk mencintai kota itu tanpa alasan apapun. Bukan karena kamu.

Mungkin, esok atau lusa, kamu akan tahu, betapa kamu adalah pemuda yang baik hati, dan dapat membuatku jatuh cinta berkali-kali. Meskipun bukan aku yang akan mengatakan keistimewaan kamu itu nanti, tapi setidaknya, kamu tahu, jika kamu bukan pemuda biasa yang hanya punya selera humor. Kamu adalah lebih dari yang kamu kira.

Beruntung, aku dan kamu kini punya kesibukan. Sama-sama tak punya waktu luang, atau memang karena tidak ada yang berusaha meluangkan waktu. Tidak ada lagi kamu yang sibuk Senin sampai Sabtu tapi masih punya Minggu untukku. Mengajak berkeliling kota, demi melihat tanah kelahiran dari sudut pandang yang lain. Tidak ada lagi yang menyesal karena bangun kesiangan di hari Minggu, yang berarti kehilangan satu hari Minggu, padahal sudah dinanti sejak Senin sampai Sabtu.

Kini, demi hari Minggu pun, aku harus mati-matian meluangkan waktu, mengosongkan jadwal. Karena sekarang, tugas sekolah hampir tak mengenal hari. Bahkan, tanpa dibantu begadang, hari Minggu pasti tergadaikan. Sepotong cerita yang pernah kamu kisahkan dulu—saat kamu sibuk memperjuangkan sebuah gelar di kota itu, namun ternyata sekarang aku telah mengalaminya.

Waktu-waktu yang bagiku membahagiakan. Menghabiskan Sabtu dengan merecoki pesan masuk di ponselmu supaya kamu pulang dari sana. Mengingatkan jangan lupa untuk membawa secuil kisah dari kota rantaumu untuk diceritakan di hari Minggu. Kadang kamu tidak bilang akan pulang, tapi tiba-tiba di Sabtu malam, kamu sudah ada di rumah. Berpesan supaya Minggu esok bangun pagi. Ada tempat bagus untuk mengabadikan kota kelahiran dari sudut pandang lain.

Dan ketika aku jatuh cinta dengan kota rantaumu, aku juga tahu jika jadwal tahunan sekolah untuk karya wisata adalah menjadikan kotamu sebagai tujuan. Aku pernah menceritakan hal itu, lalu kamu berjanji akan menemaniku selama aku berada di kotamu saat karya wisata nanti. Kamu bilang akan mengosongkan jadwal pada hari itu, apapun agendamu. Dan katamu juga, kamu akan menjadi tour guide yang lebih baik dibanding pemandu wisata dari agen perjalanan yang aku tumpangi. Pokoknya, sampai membuatku tergila-gila dengan kotamu. Entah kamu tahu atau tidak, saat kamu mengatakan itu, ketika kamu telah mendapat gelar sarjana dan mendapat pekerjaan di sana, aku sudah jatuh cinta dengan kotamu. Kamu pasti tidak tahu jika aku sudah membayangkan kita akan menjelajah kota yang buatku jatuh cinta melalui cerita-ceritamu.

Namun soal ini, entah kamu tahu atau tidak, jika aku sibuk menghitung hari demi hari, kapan sekolah mengumumkan jadwal karya wisata. Supaya kamu bersiap menemaniku berada di sana. Supaya aku dan kamu dapat bertemu, tanpa menunggu hari Minggu. Supaya ada rindu yang harus tertuntaskan.

Dan ternyata, kamu justru memilih pulang. Resign dari pekerjaan.

Mungkin kamu tidak tahu, hatiku sempat menggelembung karena dengan pulangnya kamu, berarti aku tidak perlu menunggu Senin sampai Sabtu hanya untuk bertemu di hari Minggu. Dengan sama-sama berada di kota kelahiran, mungkin kita dapat bertemu setiap waktu. Menjelajah kota kita bersama, tanpa perlu menunggu akhir pekan. Aku sempat menghela napas lega, karena menduga bahwa jarak sudah benar-benar menyerah pada keadaan.

Namun ternyata, kamu mengundurkan diri dari pekerjaan, ketika aku memekik senang karena sekolah mengumumkan jadwal karya wisata. Kamu memilih pulang ketika aku sedang ribut memilih baju mana saja yang akan aku bawa ke sana. Dan pastinya, aku getir menelan janjimu yang pernah bilang jika  akan menemaniku selama berkarya wisata di sana. Kamu tidak tahu, jika ada yang pikirannya tentang kota itu mendadak hancur berantakan. Lantas berangkat ke sana, mau tak mau, karena semangat yang berbeda. Bukan lagi demi menuntaskan rindu, tapi karena memang untuk tugas menjalankan program sekolah.

Sampai pulang dari kota itu pun aku tidak tahu, apakah di kota kelahiran, kamu menghitung detik per detik demi kepulanganku. Aku tidak tahu, apakah kamu harap-harap cemas, menungguku pulang, demi ritual Minggu pagi.

Sampai kamu punya pekerjaan baru di kota kelahiran. Sampai aku benar-benar sibuk karena tugas sekolah. Kisah dua orang yang pernah bahagia menanam dan menuai rindu, mulai berjalan sendiri-sendiri. Kamu sibuk mematuhi perintah atasan. Aku tidak lagi bebas dapat mengosongkan jadwal di hari  Minggu. Apalagi kamu memilih Minggu sebagai waktu pelepas penat. Dan walaupun aku kebetulan memiliki Minggu bebas tugas, kamu selalu bangun siang di hari itu. Kamu tak lagi berani berjanji untuk menjelajah kota seperti dulu. Seiring waktu, dengan sendirinya, ritual Minggu pagi menyusuri setiap sudut kota kelahiran, memudar pelan-pelan, lalu hilang, dan hanya menyisakan rindu yang pekat.

Mungkin esok, atau lusa, kamu akan tahu, bahwa kamu adalah pemuda  yang pernah aku usahakan untuk dilupakan oleh hati berkali-kali. Butuh waktu untuk menyadarkan diri bahwa kamu hanyalah pemuda yang jadi teman baik di Minggu pagi, bukan pemuda yang akan jadi teman hidup sampai tua nanti. Meskipun aku tak akan mampu menyangkal bahwa kamu adalah pemuda yang mampu membuatku jatuh cinta berkali-kali. Meskipun tidak ada lagi yang menunggu dengan harap-harap cemas, apakah masih ada Minggu yang sengaja disisakan untuk menjelajah kota kelahiran. Apakah masih ada Minggu yang sesuai harapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini