Kamis, 31 Desember 2015

Sampai Jumpa



Bagaimana 2015?
            
 Jika dibanding 2014, tahun ini adalah tahun yang biasa. Tentu saja, karena 2014 menyimpan nama Bayu Gatra. Satu-satunya idola yang dapat kujumpai, dan itu secara kebetulan.
             
Namun, jika dipikir ulang, tahun 2015, adalah tahun yang luar biasa. Sebenarnya, tak luput dari patah hati. Pahitnya merelakan dan melepaskan satu nama, yang terukir dengan baik di tahun sebelumnya. Bukan, nama ini bukan Bayu Gatra. Tapi, seseorang, yang demi keamanan privasinya, dan statusku si Pejatuh Cinta Diam-diam, nama orang itu tak akan kusebut di sini.

Selasa, 22 Desember 2015

Abnormal



Sahabatku baru saja bercerita tiga menit tanpa jeda. Tentang salah seorang pemuda yang buatnya melayang-layang tak berdaya. Pemuda yang tampan dan baik hati dari esktrakurikuler voli. Satu-satunya pemuda yang memperhatikannya. Tidak seperti pemuda lain yang memilih tak acuh padanya. Sesekali menyapa, atau tersenyum padanya. Sering membagi-bagikan camilan buatan ibunya kepada manusia seluruh ekstra. Kata sahabatku, camilan berbahan dasar tepung terigu, telur, mentega, dan susu itu, enak bukan main.

Sayangnya, akhir-akhir ini, pemuda baik hati itu semakin baik. Dan itu membuat sahabatku terbang makin tinggi. Kuperingatkan agar tak jauh-jauh ke langit, tapi sahabatku berkeras. Pemuda baik hati itu bukan sekadar baik. Mungkin saja telah jatuh hati padanya—sama seperti yang dirasakan sahabatku. Aku pun hanya tersenyum menanggapi ocehan sahabatku. Pilih tak berkomentar.

Aku menanggapi ceritanya dengan tertawa kecil, lalu menanyakan kelanjutan kisah seru mereka. Sahabatku menjawab dengan mengisahkan kembali cerita yang dulu, masih dengan semangat yang sama, nada menggebu-gebu yang sama, hanya kata-katanya yang sedikit berubah. Aku kembali tersenyum. Pemuda itu benar-benar terlihat baik di mata sahabatku. Hampir tanpa cela. Menyaingi malaikat.

Jumat, 11 Desember 2015

Sebaiknya, Kamu Tetap Tak Peduli



Bukankah selama ini baik-baik saja?
             
Duduk di sampingku. Menulis satu meja denganku. Memandang papan tulis dari sudut yang sama. Tertiup angin sepoi dari jendela yang sama. Terkadang tangan kita bersaling-silang karena mengambil sesuatu yang letaknya di sebelahku atau sebelahmu. Sering sekali kamu meminjam entah bolpoin, entah pensil, hanya untuk berpura-pura mencatat penjelasan guru. Lebih sering lagi aku yang mengamatimu diam-diam ketika kamu meletakkan kepala di meja sambil mencoret-coret tidak jelas di buku catatanmu. Dan ketika bel istirahat berdering, sontak kepalamu terangkat, tubuhmu langsung tegak. Matamu berbinar-binar.

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini