Lupa rasanya
nulis. Lupa rasanya begadang. Lupa rasanya nuangin ide dari kamar mandi ke Ms.
Word. Lupa mantengin timeline sebuah penerbit yang saya cekoki tulisan tidak
penting saya. Lupa, dan sekarang saya rindukan. Dan saya merasa, tulisan Times
New Roman ukuran sebelas dengan spasi satu setengah, terlihat kecil-kecil. Dan saya
juga merasa, ada sesuatu yang kembali ketika tangan saya mengetik huruf per
huruf menuliskan pikiran saya.
Saya sudah di
kelas akhir. Waktunya belajar, belajar, dan belajar. Mabuk rumus mencari besar
gaya, besaran pokok, luas penampang, tekanan, massa jenis, trafo,
elektrostatis, magnet, kemudian menghafal berbagai istilah dan nama latin suatu
organisme, menghafal nama enzim di berbagai sistem pencernaan, organ peredaran
darah, panca indera, saraf, jaringan-jaringan pada tumbuhan, memperkaya
vocabulary, rajin mantengin tulisan bahasa Inggris, melatih mata supaya tidak
melewatkan kata kunci dari suatu paragraf untuk mencari gagasan utama, ide
pokok, simpulan, rangkuman, pidato, dan sebagainya. Sekarang, hari-hari saya
diisi oleh itu. Yang menghentikan hanya kompetisi sepak bola di televisi yang
diikuti tim jagoan saya beberapa waktu lalu. Selebihnya, kegiatan saya itu-itu
saja.
Sekarang, jam
belajar ditambah dari jam enam untuk pengayaan di sekolah. Pulang seperti
biasa, jam satu, lalu setengah tiga ke bimbingan belajar. Pulang jam enam
kurang seperempat, terus belajar lagi. Fisik harus benar-benar prima. Apalagi
pikiran. Ngomong-ngomong, berkat padatnya persiapan ujian, saya sudah jarang
memikirkan dia. Saya baru sadar, melenyapkan dia ternyata semudah ini: tinggal
belajar seserius mungkin.
Di sini,
menulis dan tidur, yang sudah jadi bagian dalam kehidupan saya, lebih jadi
sahabat lama yang berubah jadi orang asing, tapi memanggil-manggil saya untuk
segera kembali—untuk mengenalinya lagi. Jika sudah begini, saya bertanya pada
diri saya sendiri: Apakah semester enam sudah benar-benar merenggut saya?
Apakah teman-teman lama saya (tidur dan menulis) sekarang sedang pedih hatinya,
karena saya sudah jarang bersama mereka? Bayangkan saja, sahabat karib kalian
yang hampir tiap waktu bersama kalian, tiba-tiba berubah, tak pernah lagi
bersama kalian, justru sedang berusaha berteman dengan orang lain. Kalian tahu
jika (mantan) sahabat kalian tidak suka dengan teman barunya, tapi (mantan)
sahabat kalian tidak minta pertolongan kalian untuk menemaninya. Sakit?
Di hari Rabu,
saya sakit. Hati saya sakit. Saya menangis sepanjang hari. Sebenarnya ingin
saya ceritakan di sini. Tapi, sakit itu telah pergi. Mungkin, tak jauh-jauh,
karena, setiap ada orang yang mengungkitnya, sakit itu kembali. Bagi
teman-teman yang juga sakit, tapi seolah sakit itu sudah pergi, kapan-kapan
kita sharing di sini. Untuk sekarang, saya sedang tak ingin membahasnya.
Takut menangis di malam minggu yang begitu berharga bagi saya.
Saya sedang tak
ingin menulis cerita. Cerita saya, ya, ini. Pengalaman kepadatan kegiatan saya
menghadapi ujian akhir nanti. Untuk teman-teman yang sama dengan saya:
menghabiskan waktu dengan buku setebal lima senti berisi materi dan soal latihan
ujian, semoga Tuhan meridhoi usaha kita, dan memperlancar kegiatan ujian akhir
nanti, dan dapat melanjutkan ke sekolah dengan jenjang yang lebih tinggi, yang
kita ingini. Jangan lupa, restu orang tua, di saat-saat seperti ini begitu
penting. Sampai jumpa!