Sabtu, 31 Januari 2015

Study Hard!



Lupa rasanya nulis. Lupa rasanya begadang. Lupa rasanya nuangin ide dari kamar mandi ke Ms. Word. Lupa mantengin timeline sebuah penerbit yang saya cekoki tulisan tidak penting saya. Lupa, dan sekarang saya rindukan. Dan saya merasa, tulisan Times New Roman ukuran sebelas dengan spasi satu setengah, terlihat kecil-kecil. Dan saya juga merasa, ada sesuatu yang kembali ketika tangan saya mengetik huruf per huruf menuliskan pikiran saya.

Saya sudah di kelas akhir. Waktunya belajar, belajar, dan belajar. Mabuk rumus mencari besar gaya, besaran pokok, luas penampang, tekanan, massa jenis, trafo, elektrostatis, magnet, kemudian menghafal berbagai istilah dan nama latin suatu organisme, menghafal nama enzim di berbagai sistem pencernaan, organ peredaran darah, panca indera, saraf, jaringan-jaringan pada tumbuhan, memperkaya vocabulary, rajin mantengin tulisan bahasa Inggris, melatih mata supaya tidak melewatkan kata kunci dari suatu paragraf untuk mencari gagasan utama, ide pokok, simpulan, rangkuman, pidato, dan sebagainya. Sekarang, hari-hari saya diisi oleh itu. Yang menghentikan hanya kompetisi sepak bola di televisi yang diikuti tim jagoan saya beberapa waktu lalu. Selebihnya, kegiatan saya itu-itu saja.

Sekarang, jam belajar ditambah dari jam enam untuk pengayaan di sekolah. Pulang seperti biasa, jam satu, lalu setengah tiga ke bimbingan belajar. Pulang jam enam kurang seperempat, terus belajar lagi. Fisik harus benar-benar prima. Apalagi pikiran. Ngomong-ngomong, berkat padatnya persiapan ujian, saya sudah jarang memikirkan dia. Saya baru sadar, melenyapkan dia ternyata semudah ini: tinggal belajar seserius mungkin.

Di sini, menulis dan tidur, yang sudah jadi bagian dalam kehidupan saya, lebih jadi sahabat lama yang berubah jadi orang asing, tapi memanggil-manggil saya untuk segera kembali—untuk mengenalinya lagi. Jika sudah begini, saya bertanya pada diri saya sendiri: Apakah semester enam sudah benar-benar merenggut saya? Apakah teman-teman lama saya (tidur dan menulis) sekarang sedang pedih hatinya, karena saya sudah jarang bersama mereka? Bayangkan saja, sahabat karib kalian yang hampir tiap waktu bersama kalian, tiba-tiba berubah, tak pernah lagi bersama kalian, justru sedang berusaha berteman dengan orang lain. Kalian tahu jika (mantan) sahabat kalian tidak suka dengan teman barunya, tapi (mantan) sahabat kalian tidak minta pertolongan kalian untuk menemaninya. Sakit?

Di hari Rabu, saya sakit. Hati saya sakit. Saya menangis sepanjang hari. Sebenarnya ingin saya ceritakan di sini. Tapi, sakit itu telah pergi. Mungkin, tak jauh-jauh, karena, setiap ada orang yang mengungkitnya, sakit itu kembali. Bagi teman-teman yang juga sakit, tapi seolah sakit itu sudah pergi, kapan-kapan kita sharing di sini. Untuk sekarang, saya sedang tak ingin membahasnya. Takut menangis di malam minggu yang begitu berharga bagi saya.

Saya sedang tak ingin menulis cerita. Cerita saya, ya, ini. Pengalaman kepadatan kegiatan saya menghadapi ujian akhir nanti. Untuk teman-teman yang sama dengan saya: menghabiskan waktu dengan buku setebal lima senti berisi materi dan soal latihan ujian, semoga Tuhan meridhoi usaha kita, dan memperlancar kegiatan ujian akhir nanti, dan dapat melanjutkan ke sekolah dengan jenjang yang lebih tinggi, yang kita ingini. Jangan lupa, restu orang tua, di saat-saat seperti ini begitu penting. Sampai jumpa!  

Jumat, 09 Januari 2015

Bulan atau Bintang?



“Nggak dilanjutin belajar matematikanya?”
“Ehm, ha? Belajar?” lalu pandangan gadis itu beralih pada lembaran kertas tercoret angka, tanda plus, min, kali, bagi, mencari x, aritmatika, dan sebagainya. Berpindah lagi menatap kakaknya yang tampak menunggu jawabnya. Gadis itu mendesah keras.
“Buat apa, Mas, belajar? Toh, yang dapet nilai bagus bukan anak-anak yang belajar,” kata gadis itu terlihat kesal. Belum sempat si Abang mengerti apa yang diucapkan adiknya, gadis itu bercerita, “Aku lagi mikir nilai IPS . Baru tadi diumumin, dan ternyata, harusnya aku remidi. Tapi, karena nilai di raport masih di atas KKM, aku nggak jadi remidi.” Gadis itu menghela nafas. “Dan banyak anak tak terduga yang membuat kejutan. Yang biasanya lempeng-lempeng aja, nilai ulangan mereka bisa menjulang,” miris gadis itu tersenyum. Kakaknya manggut-manggut, mulai paham maksud adiknya.
            “Ehm, yang nilai mepet atau remidi Cuma kamu?”

Senin, 05 Januari 2015

Puisi Untukmu




Untuk seseorang yang pernah menaruh harapan
Meski sebenarnya tak berniat memberi asa
Tapi ternyata membuat salah paham
Hingga menumbuhkan sebuah rasa

Ya, saya tahu, Anda sudah milik orang
Tapi, boleh, kan, saya masih merindukan Anda?
Sudah saya maki hati saya yang terlalu berani
Tapi hati saya tak peduli

Terima kasih untuk kisah
Terima kasih untuk sebentuk kenangan
Tentang saya dan Anda
Hanya tentang kita
Yang sebenarnya tak ingin usai
Tapi cepat atau lambat harus selesai

Terima kasih untuk waktu
Terima kasih untuk tak segan membantu
Walau akhirnya berhati batu
Untuk memilih ingat namun mengabaikan,
Seolah, saya adalah hal tabu

Ya, saya tahu, Anda tak punya ruang untuk saya
Saya sudah mengerti untuk tidak mengusik Anda
Tapi, boleh, kan, saya menulis cerita tentang Anda?
Saya hanya tak ingin momen-momen itu berhamburan
Melayang tak tentu arah
Hingga menghampiri Anda lagi, mengganggu Anda kembali

Saya tak menuntut Anda untuk berbalik
Saya tak menghalangi Anda yang melangkahkan kaki
Saya hanya menulis
Mengetik cerita, tentang saya dan Anda
Tentang persahabatan kita yang tiba-tiba kandas
Karam, hanya karena sebuah perhatian yang saya salah artikan

Ya, saya salah besar
Sudah sejak awal, harusnya saya tahu bahwa Anda milik orang
Saya hanya teman curhat, bukan teman hidup Anda
Saya hanya pendengar setia Anda, yang tak pernah Anda minta komitmen setia
Saya hanya gadis yang secara tak tahu diri masih mengharapkan Anda
Menoleh kepada saya pun, saya sudah bahagia
Sayangnya tidak
Mungkinkah, dunia kita berbeda? Tidak, kan?

Untuk seseorang yang mungkin sedang sibuk belajar
Untuk seseorang yang beberapa waktu lalu baru saya sadari sudah memutus pertemanan
Untuk seseorang yang masih dalam pengharapan
Sekali lagi, saya tak meminta Anda kembali
Saya hanya ingin berkata, semoga Anda tak berpura-pura lupa,
Ada hari-hari dimana hanya saya dan Anda yang berbagi cerita
Membentuk sebuah rasa yang sampai sekarang masih berdiam
Menyalakan api, yang belum sempat Anda padamkan


Semoga Anda masih ingat
Semoga Anda masih tahu
Meski telah berniat melupakan
Gadis yang menulis puisi ini, adalah teman Anda
Bukan gadis yang jadi figuran dalam hidup Anda

Kamis, 01 Januari 2015

Jika




Hujan telah berhenti. Tak meninggalkan jejak apapun selain aroma tanah basah yang kini tak menguar lagi. Hanya jejak-jejak air di luar yang malas kulihat di jalanan dan halaman rumah. Bahkan, serangga di belakang rumah, tak ikut bernyanyi, entah mengapa. Apakah ini ada hubungannya dengan dirimu atau bukan, aku tak tahu. Atau ada hal lain yang mereka sembunyikan dariku? Atau..... ah, aku malas berfilosofi. Mungkin saja, mereka tidak bernyanyi karena tenggorokan mereka sedang gatal atau terkena radang.
            
Ini sudah lewat jam dua belas malam. Dulu, aku sering melewatkan pergantian hari denganmu, bukan? Apakah kamu masih ingat ketika saat-saat seperti ini, adalah perbincangan hangat kita berada pada puncaknya? Membahas siapapun, membicarakan apapun, berkhayal sampai jauh, dan biasanya, berakhir dengan tawa yang kita gambarkan melalui emotikon. Menandakan bahwa kita begitu bahagia. Hanya aku dan kamu, tanpa melibatkan satu orang pun. Ya, hanya kita. Apa kamu masih ingat?
            
Oh ya, seharusnya aku tak perlu mengingat-ingat, bukan? Seharusnya aku melupakanmu, bukan? Satu-satunya penghubung media sosial kita sudah kamu putuskan. Jadi, bukankah seharusnya aku berterima kasih padamu yang telah repot-repot meng-klik 'Hapus Pertemanan'?
             
Asal kamu tahu, aku sudah berusaha melupakanmu. Aku sudah berusaha terlihat baik-baik saja di depanmu. Aku sudah berusaha menampakkan sikap ‘tanpa kamu, aku bisa hidup’, di depan orang-orang. Dan, mereka percaya. Bagaimana denganmu? Ehm, mungkin, kamu tak perlu pura-pura untuk itu. Semenjak kamu memutuskan menjauh, tentu kamu sudah bersikap ‘sangat baik-baik saja’ bahkan, ‘sangat bahagia’. Iya? Benarkah begitu? Tanpa memikirkan perasaan gadis yang setiap malam menanti pesan singkatmu memasuki kotak masuknya? Tentu saja kamu memikirkan, hanya saja, kamu memilih mengabaikan. Bukankah begitu?
            
Aku tak akan menulis banyak-banyak di sini. Toh, kamu sekarang sudah jarang atau mungkin, tak pernah membaca tulisanku, kan? Apa pedulimu? Pasti kamu memilih membaca pesan singkat seorang gadis yang sekarang sudah mengisi posisiku, bahkan lebih dari arti diriku dulu di hidupmu. Dulu aku hanya ‘sahabat’mu. Dia sekarang ‘kekasih’mu. Berbeda? Atau sama, hanya beda sedikit? Ah, entahlah. Oke, oke. Aku tak akan menulis banyak-banyak di sini. Tak akan, sebelum kenangan-kenangan itu membunuhku pelan-pelan. Sebelum aku menangis kencang.

Jika aku hanya temanmu, untuk apa kamu terlalu sibuk mengajariku tak ingat lagi padamu?
Jika aku bukan temanmu, untuk apa kamu sibuk membaca tulisanku, lalu menghubungkannya padamu?

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini