Sabtu, 08 Februari 2014

Setelah Membaca Status Terakhir Akunmu



Masih ingatkah kamu awal perkenalan kita? Lagi-lagi aku membahas dunia maya. Dunia semu yang mengawali pertemuanku denganmu. Lagi-lagi pula, halaman berwarna biru, bertuliskan Facebook kembali terketik di cerita ini. Beranda yang kau kunjungi tiap malam di depan layar laptopmu. Bercerita tentang pengalamanmu di sekolah, tentang kisah cintamu yang semrawut, tentang teman-teman baikmu, tentang orang yang tak kau suka, semuanya. Kau tulis secara runtut hingga otakku mampu membayangkan duniamu.

Malam ini, namamu yang sempat hilang dari peradaban Facebook, kembali terbaca di mataku. Tak perlu kuketik namamu di search, tak perlu mencap diriku sebagai stalker, kamu dengan sukarela berbagi keadaanmu sekarang, di dunia tersentuh itu.

Sayangnya, bukan aku lagi yang menanggapi berita-berita darimu. Tak ada lagi namaku tertera di bawah status-statusmu. Bahkan, sekedar berbagi simbol jempol, tak ada namaku. Duniamu berbeda dengan duniaku. Kehidupanmu semakin absurd bagiku. Maya, tak tersentuh. Entah, apa yang membuatmu berubah. Kurasa, bukan karena tulisan-tulisanku yang akhir-akhir ini kuendapkan di memori laptopku. Ada yang lain. Sesuatu yang tak mampu kuterjemahkan sesuai arti dan maknanya.

Sial! 1 kata yang begitu saja terucap dari mulutku, ketika kamu berinteraksi dengan perempuan itu. Bukan saudara maupun teman sekelasmu. Berhasil membuatku kembali menulis dengan tema patah hati karena kamu. Aku tak peduli , jika aku kamu acuhkan. Tapi, jika kamu malah bersenda gurau dengan wanita selain aku? Ketakpedulianku lenyap. Berubah menjadi amarah. Yang tak kutahu alasannya, ia mendadak menggelegak dari persembunyiannya.  

Jika aku tak ingat bahwa kamu bukan pemuda bodoh, aku akan mengambil gambar salah satu statusmu. Kusebarkan di dunia semu. Di duniaku. Dunia yang tak sepenuhnya kamu pahami dan kamu mengerti. Padahal, seharusnya kamu tahu alasanku menulis ini. Aku sakit melihatmu berkomunikasi dengan wanita lain. Ah, seharusnya aku sadar. Siapa diriku? Aku bukan siapa-siapamu. Aku tak punya hak mengatur hidupmu. Aku tak mungkin menjodohkanmu dengan wanita ini-itu, atau bahkan, aku. Terkadang, aku memilih untuk tak mengenalmu daripada kau selalu menganggapku tak hidup. Seolah aku adalah benda mati. Terbuat dari plastik, tanpa isi, hingga cocok untuk disapu bersih.

Sialnya, sejak kita memilih jalan sendiri-sendiri, semakin hari, aku semakin kehilangan dirimu. Lebih sakit lagi, kamu menganggap kita tak pernah saling berbagi rasa, hati. Seakan kamu memilih tuli dan buta, hanya karena ada berita tentangku. Yang tampaknya, sangat menganggu rotasi bumimu.  Aku hanya bisa merindukan percakapan antar bola mata. Bermain pandangan di udara, tanpa mampu untuk bisa kunyatakan.

“Posisi kamu sudah diganti sama laptop, Mas. Tenang aja. Nggak usah panik. Aku bisa kok hidup tanpa kamu. Tak perlu kamu menunggu waktu jam malam untuk sekedar menyapaku. Aku sekarang mengundurkan diri dari sekumpulan aktifis dunia maya, khususnya facebook. Sebuah tempat indah di dunia maya yang mempertemukanku dengamu. Dengan basa basi yang cukup basi, membuatku sulit melupakan kenangan satu itu.”

Dari adik kelasmu;
Yang selalu berharap jadi kekasihmu;
Yang berani menulis surat beralamat dirimu;
Pengagum rahasiamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini