Senin, 27 Maret 2017

Aku Bicara Soal Rindu

Aku rindu.

            Mungkin bagimu sepele. Tapi bagiku, rindu masuk ke dalam salah satu hal paling menyebalkan di dunia. Bisa menimbulkan uring-uringan tidak jelas, menghapus rasa lapar, serta mampu melenyapkan senyum yang terpasang di wajah sepanjang hari. Dan rindu akan semakin menyiksa ketika tidak ada satu orang pun yang berusaha memahami bahwa yang dibutuhkan si perindu hanyalah pertemuan. Setidaknya ada perasaan simpati atau aku akan dengan senang hati menerima saran dia demi mengusahakan pertemuan, bukan cuma kata: sabar ya, sabar.

            Hei, rindu tidak bisa lenyap hanya karena baru saja mendengar kata sabar ya. Jadi, tolong, jika tidak ada satu pun yang paham betapa beratnya merindukan seseorang, tidak perlu sok-sokan simpati, mengelus-elus punggung, dan berceramah soal sabar. Aku sudah kenyang. Apalagi janji-janji soal seseorang yang ingin aku temui setiap detik, akan pulang beberapa hari lagi. Seseorang yang dua bulan lalu bilang akan pulang dan memberiku banyak oleh-oleh, padahal aku hanya ingin bertemu dengan dia. Mungkin jika waktu dapat diputar, dua bulan lalu aku tidak akan berteriak kegirangan mendengar dia yang akan memberiku banyak buah tangan. Aku pasti akan bilang bahwa aku hanya rindu—ingin bertemu dia—bukan meminta oleh-oleh satu truk sementara dia masih ada di sana, jauh di seberang samudra.

            Aku rindu.

            Tapi tidak ada satu orang pun yang paham betapa aku iri kepada diriku sendiri yang berada dalam foto-fotoku yang terpajang di meja. Diriku sendiri yang bisa memeluk orang yang aku rindukan sekarang, selamanya. Beku dalam fotografi. Sementara aku di sini, pada detik ini, cuma bisa bengong, karena orang yang sedang aku peluk dalam foto itu entah sedang apa di seberang sana. Aku cuma bisa rindu, tapi tidak ada satu orang pun yang tahu betapa aku membenci perasaan ini.

            Aku hanya ingin bertemu.

            Hanya itu.

            Dan hanya kepada samudra aku merasa sedikit lebih dekat kepada dia yang aku rindukan. Samudra yang tidak pernah bertanya mengapa aku uring-uringan sepanjang hari dua bulan terakhir. Samudra yang selalu tahu alasan kenapa senyumku jarang muncul dua bulan terakhir. Samudra yang tidak pernah mengatakan, “Sabar,” juga tidak pernah mengumbar janji bahwa dia akan pulang sebentar lagi. Hanya samudra yang mampu berbicara soal badai, ombak, angin, persis seperti dongeng-dongeng pengantar tidur dari orang yang aku rindukan. Hanya kepada samudra, aku merasa suatu hal menyebalkan bernama rindu ini, dapat teratasi.


            Sebelum aku bertemu seseorang, yang membuatku berpikir dua kali, apakah rindu yang melanda kepalaku ini lebih penting daripada toleransi dan keutuhan NKRI. Seseorang yang bernama ..... klik di sini

Jumat, 24 Maret 2017

T(h)e-Man.


“Ya, namanya juga teman,”

            Barangkali menjadi satu-satunya alasan supaya aku dapat memenuhi kotak masuk ponselmu buat minta referensi lagu, film, novel, video-video lucu, dan apapun, sampai nama kamu selalu menjadi pemuncak dalam kolom ‘Sering Dihubungi’. Mungkin jika ada kolom ‘Sering Dirindukan’, nama kamu juga ada di urutan teratas. Hehe, gombal ya? Tapi aku serius. Termasuk perasaan sialan yang aku pikir hanya sementara ini, ternyata sampai sekarang dia masih ada dan sampai sekarang kamu belum tahu.

Kamu Harus Baca Ini

#SWORDS's After Story

Hidupku tidak banyak berubah, seandainya kamu ingin bertanya keadaanku kini.              Bersyukur banyak-banyak karena sekolah lanjut...

Banyak yang Baca Ini